KORUPSI sulit diberantas selama koruptor atau orang-orang yang terlibat saling melindungi, sehingga setiap kasus korupsi yang besar selalu tertutup kasus baru, kata Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Moh. Mahfud MD.
“Hal itu bisa terjadi karena kepentingan politik masuk dalam masalah tersebut,” katanya seusai melantik pengurus Ikatan Alumni Universitas Islam Indonesia (IKA-UII) di Yogyakarta, Sabtu (28/5).
Menurut dia, penegakan hukum, khususnya dalam kasus korupsi, di Indonesia akan menjadi sulit untuk dituntaskan selama masing-masing pihak saling melindungi.
Kondisi tersebut, dinilainya, juga menjadi semakin rumit ketika terjadi kemacetan antar-institusi untuk menyelesaikan kasus-kasus besar yang menyangkut korupsi.
“Proses penegakan hukum menjadi macet karena terjadi saling sandera menyandera. Hal itu terjadi berawal dari ketidakadilan dan ketidaktegasan hukum,” katanya.
Oleh karena itu, ia menegaskan, supremasi hukum perlu ditegakkan. Dalam hal ini perlu ketegasan hukum dan keadilan di masyarakat.
“Pemimpin juga harus bebas, bersih, dan tegas dari catatan hukum dan tidak bisa diajak kompromi dalam penegakan hukum. Selain itu, orang-orang dalam institusi juga tidak membedakan `warna` dalam menyelesaikan kasus hukum,” katanya.
Menurut dia, sistem hukum yang telah berlaku di Indonesia saat ini cukup baik. Namun, ia mengemukakan, perlu didukung oleh sumber daya manusia penegak hukum yang juga baik agar terwujud hukum yang adil dan tegas.
“Pada dasarnya sistem hukum sudah baik, tetapi jika aparat penegak hukum sudah tersandera tetap saja tidak mampu menyelesaikan kasus hukum,” katanya menambahkan
sumber : http://www.indonesiamedia.com/2011/05/29/koruptor-saling-melindungi-sulitkan-pemberantasan-korupsi/
Senin, 30 Mei 2011
Korupsi Dana Bantuan Pendidikan APBD Pemprov Jateng 2010 di Kabupaten Boyolali: Tilap Bantuan, Kepala Sekolah Divonis 4 Tahun
Kepala Sekolah Madrasah Ibtidaiyah (MI) Andong Kabupaten Boyolali, Joko Mohamad Dahlan (37), divonis empat tahun penjara oleh Pengadilan Tipikor Semarang, Senin (30/5). Joko terbukti mengkorupsi dana bantuan pendidikan APBD Pemprov Jateng 2010 di Kabupaten Boyolali.
sumber : http://antikorupsijateng.wordpress.com/2011/05/31/korupsi-dana-bantuan-pendidikan-apbd-pemprov-jateng-2010-di-kabupaten-boyolali-tilap-bantuan-kepala-sekolah-divonis-4-tahun/
Selain penjara, Majelis Hakim yang diketuai Ridwan Ramli SH MH juga mendenda Joko sebanyak Rp200 juta subsider enam bulan kurungan. Kemudian, uang negara senilai Rp 76,5 juta yang telah ia kantongi juga harus dikembalikan. Jika tidak, ia harus mengganti dengan hukuman penjara selama tiga bulan.
Namun Joko tidak sendirian. Terdakwa lain dalam kasus ini, Wahyudi (39), warga Colomadu Kabupaten Karanganyar juga dikenai vonis dan denda yang sama dengan Joko. Tapi karena menerima uang korupsi lebih besar, uang pengganti kerugian negara yang harus dibayarkan Wahyudi juga lebih besar.
Wahyudi terbukti menikmati uang korupsi bantuan pendidikan itu sebanyak Rp 106 juta. Saat penyidikan oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Boyolali, ia telah mengembalikan Rp15 juta. Satu unit sepeda motor Kawasaki Atlete dengan Nopol AD6889MZ, juga telah disita dari tangannya. Dari perhitungan itu, Wahyudi masih harus mengembalikan Rp 83 juta.
Atas putusan tersebut, kedua terdakwa yang didampingi kuasa hukum mereka Joko Purwanto SH belum menyatakan sikap. “Kami pertimbangkan dahulu putusan ini,” kata Purwanto. Begitu pula dengan tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang dipimpin Kasi Pidsus Kejari Boyolali, Prihatin SH. “Kami pikir-pikir dulu, majelis,” katanya.
Dalam kasus ini, masih ada satu terdakwa lagi. Yakni pengusaha asal Semarang, Ashari (37), yang disidang dalam berkas berbeda. Ketiganya diduga menjadi makelar proposal pengajuan bantuan pendidikan APBD Pemprov Jateng 2020. Semuanya tertangkap tangan bersamaan oleh Kejari Boyolali ketika mencairkan uang di bank.
Dari praktik kongkalikong ini, mereka berhasil mencairkan dana APBD Pemprov Jateng sebanyak Rp942 . Namun hanya Rp 452 juta yang dibagikan pada sekolah, sisanya Rp 492 juta dibagi mereka bertiga dan Af.
Dalam sidang terungkap Af menerima jatah paling banyak. Dari Af, uang diduga mengalir lagi ke sejumlah pegawai Pemprov Jateng. Seorang oknum staf Biro Keuangan Setda Pemprov Jateng berinisial B juga dicurigai sebagai salah satunya.
Kejari Boyolali sudah memeriksa salah satu pejabat dari Biro Keuangan dan Biro Bina Mental Bidang Pendidikan Setda Provinsi Jateng. Namun hingga saat ini, belum muncul tersangka baru. “Kami masih mendalami terus kasus ini,” kata Kasipidsus Prihatin.
Mahfud MD: Korupsi Tak Pernah Tuntas karena Elit Saling Sandera
Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD melihat situasi negara saat ini dalam keadaan bahaya. Bukan karena ancaman perang dari luar negeri. Namun, justru datang dari dalam negeri sendiri karena kemacetan antarinstitusi untuk menyelesaikan kasus-kasus korupsi.
“Sulit melakukan pemberantasan korupsi, selama koruptor saling melindungi,” kata Mahfud usai melantik kepengurusan Ikatan Alumni Universitas Islam Indonesia (IKA-UII) wilayah DIY 2011-2016 di Planet Piramid, Jalan Parangtritis, Km 5.5 Bantul Yogyakarta, Sabtu (28/5/2011).
Mahfud menambahkan, proses penengakan hukum, proses penegakan keadilan, dan proses penegakan demokrasi terjadi kemacetan karena adanya saling sandera antar elit. Kasus-kasus besar biasanya juga ditutupi dengan muncul isu-isu baru di masyarakat sehingga menutupi substansi kasus yang sebenarnya.
“Mana kasus besar yang terselesaikan? Setiap kasus besar selalu tertutup kasus-kasus baru selama kepentingan politik masuk dalam masalah itu,” beber Mahfud.
Mahfud menambahkan, negara akan mengalami kehancuran jika tidak mampu menegakkan keadilan dan supremasi hukum. “Tunggu kehancuran jika tidak mampu tegakkan keadilan. Banyak negara hancur berawal dari ketidakadilan, ketidaktegasan hukum,” katanya.
Syarat untuk menyelamatkan dari kehancuran bangsa, lanjut Mahfud, yang harus dilakukan, pertama ketegasan hukum keadilan di masyarakat.
Kedua pemimpin harus bebas, bersih, tegas dari catatan hukum, dan tidak bisa diajak konpromi dalam penegakan hukum. Ketiga, orang-orang dalam institusi harus bersih dan tegas. Tidak membedakan ‘warna’ dalam penyelesaikan kasus hukum.
“Siapa pun yang bermasalah harus ditindak. Subsansi hukum jelas, aparat penegak hukum independen dan bebas. Kalau perlu harus di mulai dari pucuk pimpinan negara, termasuk Presiden, Ketua Mahkamah Agung, Ketua Konstitusi, Ketua KPK, dan sebagainya,” jelasnya.
Saat ini, lanjut Mahfud, berbagai institusi belum demokratis. Mahfud menilai yang sudah melaksanakan demokrasi justru dari luar pemerintahan, yakni, pers dan LSM.
“Anda-anda yang harus mengawal demokrasi. Institusi pemerintahan belum demokratis. Masalahnya, ada sandra-menyandera di antar institusi satu dengan yang lainnya.
sumber: http://news.okezone.com/read/2011/05/28/339/462023/mahfud-md-korupsi-tak-pernah-tuntas-karena-elit-saling-sandera
“Sulit melakukan pemberantasan korupsi, selama koruptor saling melindungi,” kata Mahfud usai melantik kepengurusan Ikatan Alumni Universitas Islam Indonesia (IKA-UII) wilayah DIY 2011-2016 di Planet Piramid, Jalan Parangtritis, Km 5.5 Bantul Yogyakarta, Sabtu (28/5/2011).
Mahfud menambahkan, proses penengakan hukum, proses penegakan keadilan, dan proses penegakan demokrasi terjadi kemacetan karena adanya saling sandera antar elit. Kasus-kasus besar biasanya juga ditutupi dengan muncul isu-isu baru di masyarakat sehingga menutupi substansi kasus yang sebenarnya.
“Mana kasus besar yang terselesaikan? Setiap kasus besar selalu tertutup kasus-kasus baru selama kepentingan politik masuk dalam masalah itu,” beber Mahfud.
Mahfud menambahkan, negara akan mengalami kehancuran jika tidak mampu menegakkan keadilan dan supremasi hukum. “Tunggu kehancuran jika tidak mampu tegakkan keadilan. Banyak negara hancur berawal dari ketidakadilan, ketidaktegasan hukum,” katanya.
Syarat untuk menyelamatkan dari kehancuran bangsa, lanjut Mahfud, yang harus dilakukan, pertama ketegasan hukum keadilan di masyarakat.
Kedua pemimpin harus bebas, bersih, tegas dari catatan hukum, dan tidak bisa diajak konpromi dalam penegakan hukum. Ketiga, orang-orang dalam institusi harus bersih dan tegas. Tidak membedakan ‘warna’ dalam penyelesaikan kasus hukum.
“Siapa pun yang bermasalah harus ditindak. Subsansi hukum jelas, aparat penegak hukum independen dan bebas. Kalau perlu harus di mulai dari pucuk pimpinan negara, termasuk Presiden, Ketua Mahkamah Agung, Ketua Konstitusi, Ketua KPK, dan sebagainya,” jelasnya.
Saat ini, lanjut Mahfud, berbagai institusi belum demokratis. Mahfud menilai yang sudah melaksanakan demokrasi justru dari luar pemerintahan, yakni, pers dan LSM.
“Anda-anda yang harus mengawal demokrasi. Institusi pemerintahan belum demokratis. Masalahnya, ada sandra-menyandera di antar institusi satu dengan yang lainnya.
sumber: http://news.okezone.com/read/2011/05/28/339/462023/mahfud-md-korupsi-tak-pernah-tuntas-karena-elit-saling-sandera
Dugaan Korupsi Polmed Rugikan Negara Rp2,1 M
MEDAN- Dari hasil penyidikan Dit Reskrimsus Polda Sumut terhadap dugaan korupsi pengadaan alat peragaan robot tahun 2010 di Kiur Pendidikan Politeknik Medan, ditemukan kerugian negara senilai Rp2,1 miliar. Demikian dikatakan Dir Reskrimsus Poldasu Kombes Pol Sadono Budi Nugroho melalui Kasat Tipikor AKBP Verdy Klele, Minggu (29/5).
Dikatakan Verdy, ditemukannya kerugian negara dari hasil perkembangan penyelidikannya yang sudah ditingkatkan menjadi penyidikan. “Untuk perkembangannya kita sudah meningkatkan penyelidikan menjadi penyidikan (lidik menjadi sidik). Jadi kalau lidik kita berupaya untuk mencari titik terang suatu perkara. Sedangkan sidik, penyidik berupaya melengkapi barang bukti,” ucapnya.
Lanjut Verdy, sebelumnya Poldasu sudah melakukan gelar perkara terhadap kasus tersebut. Dimana, untuk mengetahui hasil kerugian negara, Poldasu bekerjasama bersama Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
sumber : http://www.hariansumutpos.com/2011/05/7800/dugaan-korupsi-polmed-rugikan-negara-rp21-m.htm
Dikatakan Verdy, ditemukannya kerugian negara dari hasil perkembangan penyelidikannya yang sudah ditingkatkan menjadi penyidikan. “Untuk perkembangannya kita sudah meningkatkan penyelidikan menjadi penyidikan (lidik menjadi sidik). Jadi kalau lidik kita berupaya untuk mencari titik terang suatu perkara. Sedangkan sidik, penyidik berupaya melengkapi barang bukti,” ucapnya.
Lanjut Verdy, sebelumnya Poldasu sudah melakukan gelar perkara terhadap kasus tersebut. Dimana, untuk mengetahui hasil kerugian negara, Poldasu bekerjasama bersama Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
sumber : http://www.hariansumutpos.com/2011/05/7800/dugaan-korupsi-polmed-rugikan-negara-rp21-m.htm
Korupsi dan Demokrasi
Sumber : KOMPAS, Rabu, 16 Mei 2011, Halaman 6
Perkembangan demokrasi di Tanah Air, yang mengalami kemajuan sangat mengagumkan sejak Pemilu 1999, dalam usianya yang relatif masih muda belia harus menanggung beban yang begitu berat.
Ekspektasi masyarakat yang tinggi terhadap demokrasi bahwa demokrasi dapat mengikis sedimen korupsi pemerintahan otoriter Soeharto pada masa lalu masih jauh dari harapan. Kini korupsi justru terus tumbuh di tengah kian rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap akuntabilitas dan kinerja lembaga demokrasi, terutama parpol serta parlemen (dan hukum).
Ancaman kemunduran demokrasi telah diperlihatkan oleh Freedom Barometer Asia 2010 yang dikeluarkan oleh Kantor Friedrich Naumann Stiftung Regional Asia Tenggara dan Timur untuk mengukur tingkat kebebasan di bidang politik, ekonomi, dan penegakan hukum. Lemahnya penegakan hukum dan penanganan korupsi serta intervensi pengaruh di luar proses demokrasi membuat Indonesia menempati peringkat ke-6 dengan total nilai 58,52, turun dibandingkan 2009 (63,47).
Mencuatnya kasus dugaan suap dalam pembangunan wisma atlet SEA Games 2011 di Palembang, yang menyeret Sekretaris Kemenpora serta bendahara umum dan salah seorang wakil sekjen Partai Demokrat, sesungguhnya hanya mengonfirmasi fenomena korupsi politik yang kian mapan. Dalam lima kali survei Global Corruption Barometer, sejak 2004 parpol bersamaan dengan lembaga peradilan selalu dalam urutan teratas lembaga-lembaga yang rentan terhadap korupsi.
Perdagangan pengaruh politik sangat kental dalam kasus pembangunan wisma atlet SEA Games 2011. Tugas KPK mendalami bekerjanya suap di sini mulai dari penetapan kontraktor pemenang hingga mungkin penyuapan untuk menggelembungkan nilai kontrak dengan dukungan pemegang otoritas anggaran atau dalam upaya menurunkan kualitas proyek.
Pembayaran suap itu mungkin saja untuk kepentingan pribadi atau juga kontribusi bagi dana politik yang tidak legal. Biasanya pengaruh politik tidak berhenti sampai di situ, tetapi akan bekerja dalam upaya pembelaan terhadap anggotanya yang terlibat dalam kasus korupsi yang dalam hal ini ibarat koloni lebah pekerja pengumpul polen dan madu bagi parpol.
Kasus ini juga meneguhkan asumsi masyarakat akan realitas distribusi sumber daya ekonomi di antara partai politik anggota kabinet multipartai yang belakangan semakin terkonsolidasi untuk kelangsungan kepentingan politik jangka panjang mereka. Untung saja ada KPK dan berkah kebebasan media sehingga kasus ini bisa terbongkar.
Barangkali kasus ini tak tunggal. Ibarat fenomena gunung es, bisa jadi akan disusul kasus-kasus serupa, sebagaimana lazimnya bahaya korupsi tak terkendali di suatu negara yang tengah mengalami transformasi kelembagaan pasca-pemerintahan otoriter yang masih lemah dan kepemimpinan politik yang lemah.
Kendati kasus ini sekarang dijadikan amunisi dalam persaingan politik, gelagatnya tidak akan lebih dari sekadar reklame politik. Atau mungkin mengarah pada persaingan untuk pendistribusian kekuasaan ekonomi ketimbang sebagai upaya antikorupsi yang serius. Sudah banyak bukti kasus megakorupsi yang dijadikan komoditas politik di DPR dan kasusnya lenyap begitu saja atau terbenam oleh kasus korupsi politik yang mencuat belakangan.
Bertransformasi bentuk
Mengapa korupsi bisa tetap hidup dan tumbuh dalam sistem demokrasi secara bersamaan? Secara teori, korupsi berkembang subur dalam sistem politik satu partai (Doig, 1984) walau tidak ada negara demokrasi yang bebas korupsi.
Setelah 13 tahun reformasi, sudah cukup untuk menilai bahwa reformasi birokrasi dan politik gagal menyingkirkan rezim korupsi, tetapi hanya mentransformasi bentuk korupsi seiring perubahan struktur kekuasaan pasca-Pemilu 1999. Tanpa tedeng aling-aling, Vedi Hadiz, ilmuwan politik di Universitas Murdoch, menyimpulkan, kelembagaan demokrasi produk reformasi telah dibajak elite predator.
Dengan kata lain, reformasi birokrasi yang bertumpu pada perbaikan tata kelola pemerintahan lewat mekanisme transparansi, akuntabilitas, partisipasi, dan penguatan rule of law tidak menyentuh elite- elite birokrasi yang kariernya tumbuh dan dibesarkan dalam sistem yang korup selama Orde Baru berkuasa. Mereka inilah yang riil menghambat bekerjanya meritokrasi untuk melahirkan birokrasi modern yang bersih.
Di sisi lain, reformasi politik lewat pembenahan prosedur dan kelembagaan demokrasi, seperti aturan kepartaian yang terbuka, sistem pemilu, dan pengaturan dana politik, belum melahirkan kekuatan- kekuatan politik baru yang bisa menandingi kekuatan politik lama yang korup. Bahkan, karena struktur kekuasaan ekonomi tak banyak berubah, juga karena alasan postur partai yang gemuk dan persoalan dana politik, yang terjadi justru kekuatan politik baru produk reformasi bersenyawa dengan elite predatori lama yang masih mengendalikan jaringan ekonomi, politik, hukum, dan birokrasi.
Sampai di sini kekuatan-kekuatan ekonomi lama, yang pada transisi politik sempat kehilangan patron politik, menemukan pengayom politik baru. Juga tak menutup mata ada pebisnis yang dibesarkan Orde Baru bertransformasi menjadi perusahaan publik yang mandiri.
Seiring makin terkonsolidasi elite predatori, belakangan kian terbuka upaya pelemahan lembaga-lembaga independen produk reformasi, seperti KPK, Pengadilan Khusus Tipikor, Komisi Yudisial, dan KPU, yang dalam tingkat tertentu sangat mengganggu proses konsolidasi elite perusak tersebut. Apabila pelemahan ini lebih cepat daripada yang dibayangkan, gerakan sosial antikorupsi yang belum berpengaruh akan mengalami kesulitan dalam mengakselerasi perubahan.
Agenda reformasi politik, ekonomi, dan birokrasi untuk menyingkirkan jaringan oligarki predatori harus tetap dilanjutkan. Apabila korupsi jadi bahan bakar utama untuk menggerakkan mesin demokrasi, dalam jangka panjang keadaan ini akan melanggengkan sistem yang korup. Indonesia bahkan bisa terpuruk dalam situasi yang lebih kleptokratik, yaitu para penguasa merampok dengan lahap kekayaan negaranya sendiri, bergelimang kemewahan di tengah rakyatnya yang miskin.
Perkembangan demokrasi di Tanah Air, yang mengalami kemajuan sangat mengagumkan sejak Pemilu 1999, dalam usianya yang relatif masih muda belia harus menanggung beban yang begitu berat.
Ekspektasi masyarakat yang tinggi terhadap demokrasi bahwa demokrasi dapat mengikis sedimen korupsi pemerintahan otoriter Soeharto pada masa lalu masih jauh dari harapan. Kini korupsi justru terus tumbuh di tengah kian rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap akuntabilitas dan kinerja lembaga demokrasi, terutama parpol serta parlemen (dan hukum).
Ancaman kemunduran demokrasi telah diperlihatkan oleh Freedom Barometer Asia 2010 yang dikeluarkan oleh Kantor Friedrich Naumann Stiftung Regional Asia Tenggara dan Timur untuk mengukur tingkat kebebasan di bidang politik, ekonomi, dan penegakan hukum. Lemahnya penegakan hukum dan penanganan korupsi serta intervensi pengaruh di luar proses demokrasi membuat Indonesia menempati peringkat ke-6 dengan total nilai 58,52, turun dibandingkan 2009 (63,47).
Mencuatnya kasus dugaan suap dalam pembangunan wisma atlet SEA Games 2011 di Palembang, yang menyeret Sekretaris Kemenpora serta bendahara umum dan salah seorang wakil sekjen Partai Demokrat, sesungguhnya hanya mengonfirmasi fenomena korupsi politik yang kian mapan. Dalam lima kali survei Global Corruption Barometer, sejak 2004 parpol bersamaan dengan lembaga peradilan selalu dalam urutan teratas lembaga-lembaga yang rentan terhadap korupsi.
Perdagangan pengaruh politik sangat kental dalam kasus pembangunan wisma atlet SEA Games 2011. Tugas KPK mendalami bekerjanya suap di sini mulai dari penetapan kontraktor pemenang hingga mungkin penyuapan untuk menggelembungkan nilai kontrak dengan dukungan pemegang otoritas anggaran atau dalam upaya menurunkan kualitas proyek.
Pembayaran suap itu mungkin saja untuk kepentingan pribadi atau juga kontribusi bagi dana politik yang tidak legal. Biasanya pengaruh politik tidak berhenti sampai di situ, tetapi akan bekerja dalam upaya pembelaan terhadap anggotanya yang terlibat dalam kasus korupsi yang dalam hal ini ibarat koloni lebah pekerja pengumpul polen dan madu bagi parpol.
Kasus ini juga meneguhkan asumsi masyarakat akan realitas distribusi sumber daya ekonomi di antara partai politik anggota kabinet multipartai yang belakangan semakin terkonsolidasi untuk kelangsungan kepentingan politik jangka panjang mereka. Untung saja ada KPK dan berkah kebebasan media sehingga kasus ini bisa terbongkar.
Barangkali kasus ini tak tunggal. Ibarat fenomena gunung es, bisa jadi akan disusul kasus-kasus serupa, sebagaimana lazimnya bahaya korupsi tak terkendali di suatu negara yang tengah mengalami transformasi kelembagaan pasca-pemerintahan otoriter yang masih lemah dan kepemimpinan politik yang lemah.
Kendati kasus ini sekarang dijadikan amunisi dalam persaingan politik, gelagatnya tidak akan lebih dari sekadar reklame politik. Atau mungkin mengarah pada persaingan untuk pendistribusian kekuasaan ekonomi ketimbang sebagai upaya antikorupsi yang serius. Sudah banyak bukti kasus megakorupsi yang dijadikan komoditas politik di DPR dan kasusnya lenyap begitu saja atau terbenam oleh kasus korupsi politik yang mencuat belakangan.
Bertransformasi bentuk
Mengapa korupsi bisa tetap hidup dan tumbuh dalam sistem demokrasi secara bersamaan? Secara teori, korupsi berkembang subur dalam sistem politik satu partai (Doig, 1984) walau tidak ada negara demokrasi yang bebas korupsi.
Setelah 13 tahun reformasi, sudah cukup untuk menilai bahwa reformasi birokrasi dan politik gagal menyingkirkan rezim korupsi, tetapi hanya mentransformasi bentuk korupsi seiring perubahan struktur kekuasaan pasca-Pemilu 1999. Tanpa tedeng aling-aling, Vedi Hadiz, ilmuwan politik di Universitas Murdoch, menyimpulkan, kelembagaan demokrasi produk reformasi telah dibajak elite predator.
Dengan kata lain, reformasi birokrasi yang bertumpu pada perbaikan tata kelola pemerintahan lewat mekanisme transparansi, akuntabilitas, partisipasi, dan penguatan rule of law tidak menyentuh elite- elite birokrasi yang kariernya tumbuh dan dibesarkan dalam sistem yang korup selama Orde Baru berkuasa. Mereka inilah yang riil menghambat bekerjanya meritokrasi untuk melahirkan birokrasi modern yang bersih.
Di sisi lain, reformasi politik lewat pembenahan prosedur dan kelembagaan demokrasi, seperti aturan kepartaian yang terbuka, sistem pemilu, dan pengaturan dana politik, belum melahirkan kekuatan- kekuatan politik baru yang bisa menandingi kekuatan politik lama yang korup. Bahkan, karena struktur kekuasaan ekonomi tak banyak berubah, juga karena alasan postur partai yang gemuk dan persoalan dana politik, yang terjadi justru kekuatan politik baru produk reformasi bersenyawa dengan elite predatori lama yang masih mengendalikan jaringan ekonomi, politik, hukum, dan birokrasi.
Sampai di sini kekuatan-kekuatan ekonomi lama, yang pada transisi politik sempat kehilangan patron politik, menemukan pengayom politik baru. Juga tak menutup mata ada pebisnis yang dibesarkan Orde Baru bertransformasi menjadi perusahaan publik yang mandiri.
Seiring makin terkonsolidasi elite predatori, belakangan kian terbuka upaya pelemahan lembaga-lembaga independen produk reformasi, seperti KPK, Pengadilan Khusus Tipikor, Komisi Yudisial, dan KPU, yang dalam tingkat tertentu sangat mengganggu proses konsolidasi elite perusak tersebut. Apabila pelemahan ini lebih cepat daripada yang dibayangkan, gerakan sosial antikorupsi yang belum berpengaruh akan mengalami kesulitan dalam mengakselerasi perubahan.
Agenda reformasi politik, ekonomi, dan birokrasi untuk menyingkirkan jaringan oligarki predatori harus tetap dilanjutkan. Apabila korupsi jadi bahan bakar utama untuk menggerakkan mesin demokrasi, dalam jangka panjang keadaan ini akan melanggengkan sistem yang korup. Indonesia bahkan bisa terpuruk dalam situasi yang lebih kleptokratik, yaitu para penguasa merampok dengan lahap kekayaan negaranya sendiri, bergelimang kemewahan di tengah rakyatnya yang miskin.
Marzuki Alie Ternyata Pernah Jadi Tersangka Kasus Korupsi Semen Baturaja
Sidang praperadilan Surat Perintah Penghentian Penyidikan Perkara (SP3 ) Kejaksaan Agung yang memberhentikan penyidikan perkara Ketua DPR Marzuki Alie Senin (30/5) digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan pukul 10.30 WIB.
Demikian dikatakan oleh Direktur Eksekutif LSM Goverment Againt Coruption and Discrimination (GACD) Andar Situmorang dalam siaran persnya yang diterima wartawan, Minggu (29/5). “Saya sudah menerima surat pemanggilan dari PN Jaksel untuk datang pada sidang perdana besok,” ujarnya.
Lebih lanjut ia menerangkan, siapapun yang terlibat masalah hukum harus diproses di negara ini, tidak terkecuali Marzuki Alie. Dalam sidang praperadilan besok, Andar Situmorang selaku penggugat SP3 Kejagung mengaku telah menyiapkan sejumlah pengacara ternama.
“Saya dan sejumlah pengacara andal siap datang ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan besok pagi,” kata dia. Kasus yang diduga melibatkan Ketua DPR Marzuki Alie berawal ketika ia menjabat Direktur Komersial PT Semen Baturaja, Sumatra Selatan.
Marzuki Alie kala itu sudah menjadi tersangka dalam dugaan manipulasi proyek OPT II yang diduga telah merugikan uang negara atas audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Andar sudah mendaftarkan gugatan praperadilan SP3 Kejaksaan Agung tersebut di PN Jaksel pada 17 Maret yang lalu.
Gugatannya tersebut sudah diregristasi di PN Jaksel dengan No. 11/pid.Pra/PN. Jakarta selatan. “Kami akan menggugat keputusan Kejagung yang sudah mengeluarkan SP3 atas penghentian penyidikan ketua DPR Marzuki Alie,” ujarnya.
Marzuki Ali Tersangka Korupsi PT Semen Baturaja?
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta mengambil alih kasus korupsi proyek OPT II PT Semen Baturaja (Persero). Kasus tersebut kian mencurigakan, karena pada 2 Desember 2009 Jampidsus Marwan Efendi mengungkapkan ke sejumlah media bahwa Kejagung sudah menerbitkan Surat Penghentian Penyidikan Perkara (SP3).
Demikian dikatakan Direktur Eksekutif Komite Pemantau dan Pemberdayaan Parlemen Indonesia (KP3i) Tom Pasaribu.
Tom mengatakan kasus tersebut sarat dengan nuansa politik. Karena,saat kasus tersebut mencuat, Marzuki Ali masuk Partai Demokrat dan kasus tersebut langsung menghilang.
Padahal, status Marzuki Ali sudah ditetapkan sebagai tersangka sesuai dengan surat panggilan Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan tertanggal 27 Juli 2004 dengan nomor surat panggilan 241/2004. Pemanggilan sebagai tersangka berdasarkan surat perintah penyidikan Kejati Sumsel No Print/139/N.6/F 1703/2004 tertanggal 3 Maret 2004.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung juga sudah mengirimkan surat panggilan kepada Marzuki Ali terkait kasus korupsi Proyek OPT II PT Semen Baturaja. Surat bernomor BB/F/F-21/11/2002 tertanggal 12 Nopember 2002 ditanda tangani Direktur Penyidikan Tindak pidana Khusus Untung Udji Santoso.
Selain itu Tom juga menjelaskan, pihaknya sudah menyurati Kejagung untuk mempertanyakan kelanjutan kasus tersebut. Namun, surat tertanggal 1 Februari 2010 yang dilayangkan, hingga saat ini tidak mendapat jawab dari Kejagung. “ Kami mendesak KPK segera mengambil alih kasus tersebut,” tegas Tom Pasaribu.
Kasus Baturaja Persoalan Pribadi Marzuki Alie
Partai Demokrat menilai sidang praperadilan SP3 kasus Semen Baturaja yang menyeret Marzuki Alie bukanlah sebuah serangan yang ditujukan kepada partai.
Hal ini disampaikan Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Max Sopacua, terkait dengan gugatan praperadilan atas kasus PT Semen Baturaja yang melibatkan Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Marzuki Alie akan digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Sidang praperadilan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) Kejaksaan Agung atas perkara ketua DPR Marzuki Alie digelar besok Senin (30/5/2011) pukul 10.30 WIB. Gugatan ini dilayangkan oleh Ketua Patriot Muda Demokrat (PMD) Andar Situmorang pada 17 Maret 2011.
“Tidak saya kira. Kita dengarkan saja praperadilan, kan ada proses selanjutnya. Kita tunggu saja,” kata Max Sopacua kepada INILAH.COM, Minggu (29/5/2011).
Max juga menegaskan, kalau masalah tersebut lebih kepada urusan pribadi Marzuki Alie dan bukan urusan partai. “Ini lebih kepada pribadi,” katanya.
Marzuki Alie pernah menjelaskan duduk perkara kasus ini. Dalam artikelnya di sebuah koran nasioal, ketua DPR ini mengaku telah berhasil menyelamatkan Semen Baturaja dari kebangkrutan.
“Saya diangkat menjadi direktur bersama direksi lainnya. Jajaran direksi baru inilah yang kemudian berhasil menyelamatkan PT Semen Baturaja dengan total aset hasil penilaian appraisal independen Rp 1,2 triliun. Alhasil, perusahaan bangkrut ini hidup kembali. Karena keberhasilan ini, saya diangkat menjadi direktur utama, tetapi jabatan ini tak pernah dieksekusi, saya tetap menjabat sebagai direktur,” katanya.
sumber : http://rimanews.com/read/20110530/29907/marzuki-alie-ternyata-pernah-jadi-tersangka-kasus-korupsi-semen-baturaja
Demikian dikatakan oleh Direktur Eksekutif LSM Goverment Againt Coruption and Discrimination (GACD) Andar Situmorang dalam siaran persnya yang diterima wartawan, Minggu (29/5). “Saya sudah menerima surat pemanggilan dari PN Jaksel untuk datang pada sidang perdana besok,” ujarnya.
Lebih lanjut ia menerangkan, siapapun yang terlibat masalah hukum harus diproses di negara ini, tidak terkecuali Marzuki Alie. Dalam sidang praperadilan besok, Andar Situmorang selaku penggugat SP3 Kejagung mengaku telah menyiapkan sejumlah pengacara ternama.
“Saya dan sejumlah pengacara andal siap datang ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan besok pagi,” kata dia. Kasus yang diduga melibatkan Ketua DPR Marzuki Alie berawal ketika ia menjabat Direktur Komersial PT Semen Baturaja, Sumatra Selatan.
Marzuki Alie kala itu sudah menjadi tersangka dalam dugaan manipulasi proyek OPT II yang diduga telah merugikan uang negara atas audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Andar sudah mendaftarkan gugatan praperadilan SP3 Kejaksaan Agung tersebut di PN Jaksel pada 17 Maret yang lalu.
Gugatannya tersebut sudah diregristasi di PN Jaksel dengan No. 11/pid.Pra/PN. Jakarta selatan. “Kami akan menggugat keputusan Kejagung yang sudah mengeluarkan SP3 atas penghentian penyidikan ketua DPR Marzuki Alie,” ujarnya.
Marzuki Ali Tersangka Korupsi PT Semen Baturaja?
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta mengambil alih kasus korupsi proyek OPT II PT Semen Baturaja (Persero). Kasus tersebut kian mencurigakan, karena pada 2 Desember 2009 Jampidsus Marwan Efendi mengungkapkan ke sejumlah media bahwa Kejagung sudah menerbitkan Surat Penghentian Penyidikan Perkara (SP3).
Demikian dikatakan Direktur Eksekutif Komite Pemantau dan Pemberdayaan Parlemen Indonesia (KP3i) Tom Pasaribu.
Tom mengatakan kasus tersebut sarat dengan nuansa politik. Karena,saat kasus tersebut mencuat, Marzuki Ali masuk Partai Demokrat dan kasus tersebut langsung menghilang.
Padahal, status Marzuki Ali sudah ditetapkan sebagai tersangka sesuai dengan surat panggilan Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan tertanggal 27 Juli 2004 dengan nomor surat panggilan 241/2004. Pemanggilan sebagai tersangka berdasarkan surat perintah penyidikan Kejati Sumsel No Print/139/N.6/F 1703/2004 tertanggal 3 Maret 2004.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung juga sudah mengirimkan surat panggilan kepada Marzuki Ali terkait kasus korupsi Proyek OPT II PT Semen Baturaja. Surat bernomor BB/F/F-21/11/2002 tertanggal 12 Nopember 2002 ditanda tangani Direktur Penyidikan Tindak pidana Khusus Untung Udji Santoso.
Selain itu Tom juga menjelaskan, pihaknya sudah menyurati Kejagung untuk mempertanyakan kelanjutan kasus tersebut. Namun, surat tertanggal 1 Februari 2010 yang dilayangkan, hingga saat ini tidak mendapat jawab dari Kejagung. “ Kami mendesak KPK segera mengambil alih kasus tersebut,” tegas Tom Pasaribu.
Kasus Baturaja Persoalan Pribadi Marzuki Alie
Partai Demokrat menilai sidang praperadilan SP3 kasus Semen Baturaja yang menyeret Marzuki Alie bukanlah sebuah serangan yang ditujukan kepada partai.
Hal ini disampaikan Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Max Sopacua, terkait dengan gugatan praperadilan atas kasus PT Semen Baturaja yang melibatkan Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Marzuki Alie akan digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Sidang praperadilan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) Kejaksaan Agung atas perkara ketua DPR Marzuki Alie digelar besok Senin (30/5/2011) pukul 10.30 WIB. Gugatan ini dilayangkan oleh Ketua Patriot Muda Demokrat (PMD) Andar Situmorang pada 17 Maret 2011.
“Tidak saya kira. Kita dengarkan saja praperadilan, kan ada proses selanjutnya. Kita tunggu saja,” kata Max Sopacua kepada INILAH.COM, Minggu (29/5/2011).
Max juga menegaskan, kalau masalah tersebut lebih kepada urusan pribadi Marzuki Alie dan bukan urusan partai. “Ini lebih kepada pribadi,” katanya.
Marzuki Alie pernah menjelaskan duduk perkara kasus ini. Dalam artikelnya di sebuah koran nasioal, ketua DPR ini mengaku telah berhasil menyelamatkan Semen Baturaja dari kebangkrutan.
“Saya diangkat menjadi direktur bersama direksi lainnya. Jajaran direksi baru inilah yang kemudian berhasil menyelamatkan PT Semen Baturaja dengan total aset hasil penilaian appraisal independen Rp 1,2 triliun. Alhasil, perusahaan bangkrut ini hidup kembali. Karena keberhasilan ini, saya diangkat menjadi direktur utama, tetapi jabatan ini tak pernah dieksekusi, saya tetap menjabat sebagai direktur,” katanya.
sumber : http://rimanews.com/read/20110530/29907/marzuki-alie-ternyata-pernah-jadi-tersangka-kasus-korupsi-semen-baturaja
Ikut Jaringan Narkoba, Anggota Polri Dipecat
Terbukti terlibat sindikat perdagangan narkoba, Brigadir Polisi Andi Supardi (33 tahun) anggota Direktorat Reserse Kriminal Polda Papua di rekomendasikan untuk berhenti secara tidak hormat (pecat).
Rekomendasi pemecatan itu dikeluarkan melalui sidang kode etik yang dipimpin Kabid Propam Polda Papua Kombes Sudarsono, Rabu 26 Agustus 2009 di Mapolda Papua.
"Ini pembelajaran bagi anggota lainnya untuk tidak sekali-sekali terlibat narkoba, apalagi masuk jaringan," kata Sudarsono kepada VIVAnews.
Polisi saat ini tengah membangun citra di masyarakat, dan tidak kompromi bila ada anggotanya terlibat, langsung dipecat. "Bagaimana Polisi mau memberantas kejahatan, sedangkan oknumnya sendiri terlibat," ujarnya.
Andi Supardi ditangkap saat bertransaksi narkoba jenis shabu-shabu di Hotel delima Entrop Jayapura 7 Januari 2009 lalu bersama sejumlah rekannya yakni PNS dan pramuria sebuah Diskotik. Dalam pemeriksaan, Andi mengaku mendapat barang haran itu dari oknum Polisi berinisial LK seharga Rp 3,5 juta. Namun LK lolos dari jeratan hukum, sebab saat digeledah tidak ditemukan barang bukti shabu.
Yang bersangkutan kemudian disidang di pengadilan negeri Jayapura dan di vonis pidana penjara 1 tahun serta denda 50 juta. Dalam siding kode etik, Andi melanggar pasal 11,12 tentang peraturan pemerintah nomor 1 tahun 2003, dimana, anggota polisi yang terlibat narkoba dianggap tidak layak lagi menjadi Polisi dan harus diberhentikan.
sumber : http://nasional.vivanews.com/news/read/85588-ikut_jaringan_narkoba__anggota_polri_dipecat
Rekomendasi pemecatan itu dikeluarkan melalui sidang kode etik yang dipimpin Kabid Propam Polda Papua Kombes Sudarsono, Rabu 26 Agustus 2009 di Mapolda Papua.
"Ini pembelajaran bagi anggota lainnya untuk tidak sekali-sekali terlibat narkoba, apalagi masuk jaringan," kata Sudarsono kepada VIVAnews.
Polisi saat ini tengah membangun citra di masyarakat, dan tidak kompromi bila ada anggotanya terlibat, langsung dipecat. "Bagaimana Polisi mau memberantas kejahatan, sedangkan oknumnya sendiri terlibat," ujarnya.
Andi Supardi ditangkap saat bertransaksi narkoba jenis shabu-shabu di Hotel delima Entrop Jayapura 7 Januari 2009 lalu bersama sejumlah rekannya yakni PNS dan pramuria sebuah Diskotik. Dalam pemeriksaan, Andi mengaku mendapat barang haran itu dari oknum Polisi berinisial LK seharga Rp 3,5 juta. Namun LK lolos dari jeratan hukum, sebab saat digeledah tidak ditemukan barang bukti shabu.
Yang bersangkutan kemudian disidang di pengadilan negeri Jayapura dan di vonis pidana penjara 1 tahun serta denda 50 juta. Dalam siding kode etik, Andi melanggar pasal 11,12 tentang peraturan pemerintah nomor 1 tahun 2003, dimana, anggota polisi yang terlibat narkoba dianggap tidak layak lagi menjadi Polisi dan harus diberhentikan.
sumber : http://nasional.vivanews.com/news/read/85588-ikut_jaringan_narkoba__anggota_polri_dipecat
Setahun Ratusan Polisi Dipecat Karena Korupsi
Wakil Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Komisaris Jenderal Nanan Sukarna mendatangi Bareskrim Mabes Polri hari ini, Senin 30 Mei 2011. Di situ Nanan berkampanye soal anti korupsi. Agar para serse tidak korupsi atau menerima suap.
"Kami ingin mengglorifikasi semua anggota termasuk reserse agar tidak korup apalagi KKN, ini upaya kami menyadarkan mereka" kata Nanan di Markas Besar Polri, Jalan Trunojoyo, Senin, 30 Mei 2011. Kampanye ini digelar bekerjasama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Nanan menambahkan bahwa program anti korupsi ini dilakukan dalam beberapa bentuk kegiatan. Diantaranya, dari mulai pelatihan, penyadaran sampai penghukuman.
"Ini program internal kami. Jadi, memang dibutuhkan kesadaran penuh dari semua anggota personal, untuk anti korupsi itu" jelas dia.
Nanan meminta agar masyarakat membantu polisi untuk tidak korupsi. Dia mengimbau para pengacara dan tersangka untuk tidak mengiming-imingi anggota polisi dengan uang. Pemberantasan korupsi di kepolisian, katanya, tidak susah tapi harus didukung semua pihak.
Selama ini, kata Nanan, ada sekitar 140 sampai 400 polisi pertahun yang dipecat terkait kasus korupsi. "Kasusnya macam-macam, pokoknya yang dianggap sudah tidak layak jadi polisi ya kami pecat" terangnya.
Nanan berjanji, semua polisi akan ditindak jika teridentifikasi korupsi. "Prinsip saya tidak ada lagi yang berinstitusi. Kalau salah ya harus dihukum. Termasuk saya sendiri kalau salah ditindak" jelasnya.
sunber : http://nasional.vivanews.com/news/read/223592-ratusan-polisi-dipecat-karena-korupsi
"Kami ingin mengglorifikasi semua anggota termasuk reserse agar tidak korup apalagi KKN, ini upaya kami menyadarkan mereka" kata Nanan di Markas Besar Polri, Jalan Trunojoyo, Senin, 30 Mei 2011. Kampanye ini digelar bekerjasama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Nanan menambahkan bahwa program anti korupsi ini dilakukan dalam beberapa bentuk kegiatan. Diantaranya, dari mulai pelatihan, penyadaran sampai penghukuman.
"Ini program internal kami. Jadi, memang dibutuhkan kesadaran penuh dari semua anggota personal, untuk anti korupsi itu" jelas dia.
Nanan meminta agar masyarakat membantu polisi untuk tidak korupsi. Dia mengimbau para pengacara dan tersangka untuk tidak mengiming-imingi anggota polisi dengan uang. Pemberantasan korupsi di kepolisian, katanya, tidak susah tapi harus didukung semua pihak.
Selama ini, kata Nanan, ada sekitar 140 sampai 400 polisi pertahun yang dipecat terkait kasus korupsi. "Kasusnya macam-macam, pokoknya yang dianggap sudah tidak layak jadi polisi ya kami pecat" terangnya.
Nanan berjanji, semua polisi akan ditindak jika teridentifikasi korupsi. "Prinsip saya tidak ada lagi yang berinstitusi. Kalau salah ya harus dihukum. Termasuk saya sendiri kalau salah ditindak" jelasnya.
sunber : http://nasional.vivanews.com/news/read/223592-ratusan-polisi-dipecat-karena-korupsi
Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Fenomena Global: Suatu Kajian Aspek Hukum
Awal tahun 1990-an merupakan suatu pembukaan era baru yang sangat historis dalam sejarah dunia modern. Perkembangan kehidupan global yang ditandai dengan timbulnya berbagai kelompok/blok kekuatan kerjasama ekonomi seperti GATT/WTO, Kerjasama Ekonomi Asia Fasifik (APEC), NAFTA (Persetujuan Perdagangan Bebas Amerika Utara), AFTA menuntut berbagai negara termasuk Indonesia untuk dapat bergabung dan bekerjasama dengan negaranegara lain yang tergabung dalam organisasi tersebut.
KEK SEBAGAI PELUANG DAN ANCAMAN
Namun dalam pelaksanaannya hubungan kerjasama penanaman investasi asing mengalami ketimpangan dalam pembagian keuntungan, di mana porsi keuntungan biasanya jauh lebih besar bagi negara investor, sehingga negara penerima investasi hanya memperoleh bagian yang sangat minimum; hal ini juga dikhawatirkan dalam praktek KEK yang akan dilaksanakan.Salah satu bentuk kerjasama ekonomi yang pernahdikembangkan pemerintahan sebelumnya adalah Pembentukan Kawasan Ekonomi Terpadu (KAPET) dibeberapa Provinsi di Indonesia seperti: Kawasan Pembangunan Ekonomi Terpadu (KAPET) di Indonesia (Listiyorini, 2006: 15)
KEK sebagai Ancaman
Di samping kita menelaah KEK sebagai peluang, tentunya program KEK juga mengandung berbagai kelemahan yang dapat menjadi ancaman bagi negara penerima KEK termasuk seperti Indonesia. Berbagai aspek yang rentan berbenturan dengan program KEK perlu mendapat perhatian serius, seperti aspek hukum, aspek sosial budaya, aspek politik termasuk aspek pertahanan dan keamanan, jadi dengan demikian masalah KEK tidak tepat apabila kita hanya tinjau dari perspektif keuntungan ekonomi belaka, tapi berbagai aspek tersebut di atas juga harus mendapat telaahan secara proporsional.
Program Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) sebagai fenomena global sulit untuk dihempang, karena dalam program KEK terdapat dua pihak yang sebenarnya saling membutuhkan. Negara-negara maju sangat berkepentingan untuk mengembangkan jangkauan kegiatan perekonomiannya baik yang dilakukan secara Goverment to Goverment (G to G) maupun yang dilakukan oleh perusahaan Transnasional sebagai investor; sementara dipihak negara-negara berkembang atau negara-negara terbelakang pada umumnya membutuhkan dukungan investasi asing dalam mengolah sumber daya alam yang ada dinegerinya guna mengembangkan perekonomian negara yang bersangkutan. Namun dalam pelaksanaannya hubungan kerjasama penanaman investasi asing mengalami ketimpangan dalam pembagian keuntungan, di mana porsi keuntungan biasanya jauh lebih besar bagi negara investor, sehingga negara penerima investasi hanya memperoleh bagian yang sangat minimum; hal ini juga dikhawatirkan dalam praktek KEK yang akan dilaksanakan. Oleh karena itu pemerintah Indonesia harus mampu memperjuangkan posisi tawar kita, sehingga dalam pelaksanaan KEK, Indonesia juga memperoleh manfaat keuntungan yang signifikan dan proporsional, di samping itu Indonesia juga harus terhindar dari sapi perahan negara maju/investor asing dalam program KEK tersebut.
AKTUALISASI FUNGSI HUKUM PIDANA DALAM ERA EKONOMI GLOBAL
Kesimpulan : Liberalisasi perdagangan sebagai bagian dari proses menujuekonomi global, menuntut pula dilakukan perubahan pada sistemhukum yang berlaku. Liberalisasi yang menandai beralihnya sistemekonomi negara dari planned economy menuju market economy,mensyaratkan model pengaturan yang lebih sesuai dengan mekanismedan dinamik pasar yang bercorak liberal dan demokratis.Dalam situasi ekonomi yang berlangsung dalam bingkai marketeconomy, regulasi atau pengaturan aktivitas ekonomi dilakukandengan memfungsikan hukum ekonomi serta ditopang oleh hukumpidana.
Perubahan corak ekonomi ini yang menuntut perubahan padasistem hukumnya, tidak serta merta dapat berlangsung cepat dan mudah. Jika perubahan dalam pengelolaan aktivitas ekonomidapat dilakukan dengan relatif mudah, maka fungsionalisasi sistemhukum baik hukum ekonomi maupun hukum pidana lebihmemerlukan keseksamaan. Hal ini disebabkan, sistem hukum dimasa Orde Baru dengan model planned economy cenderung tidakmemberikan jaminan kepastian hukum, sementara model marketeconomy sebagai model ekonomi masa mendatang di era ekonomiglobal dan pasar bebas, mensyaratkan dengan sangat adanyajaminan kepastian hukum ini.Untuk memenuhi tuntutan kepastian hukum ini, reformasihukum merupakan conditio sine qua non, prasyarat mutlak yangharus disiapkan. Hukum pidana sebagai bagian dari sistemperadilan pidana, yang berfungsi mem-back up bekerjanya hukumekonomi, dengan sendirinya merupakan bidang hukum yang harusmengalami banyak pembenahan mendasar, sehingga dapatmemberikan jaminan kepastian hukum.
sumber : http://dhyladhil.blogspot.com/2011/05/aktualisasi-fungsi-hukum-pidana-dalam.html
Perubahan corak ekonomi ini yang menuntut perubahan padasistem hukumnya, tidak serta merta dapat berlangsung cepat dan mudah. Jika perubahan dalam pengelolaan aktivitas ekonomidapat dilakukan dengan relatif mudah, maka fungsionalisasi sistemhukum baik hukum ekonomi maupun hukum pidana lebihmemerlukan keseksamaan. Hal ini disebabkan, sistem hukum dimasa Orde Baru dengan model planned economy cenderung tidakmemberikan jaminan kepastian hukum, sementara model marketeconomy sebagai model ekonomi masa mendatang di era ekonomiglobal dan pasar bebas, mensyaratkan dengan sangat adanyajaminan kepastian hukum ini.Untuk memenuhi tuntutan kepastian hukum ini, reformasihukum merupakan conditio sine qua non, prasyarat mutlak yangharus disiapkan. Hukum pidana sebagai bagian dari sistemperadilan pidana, yang berfungsi mem-back up bekerjanya hukumekonomi, dengan sendirinya merupakan bidang hukum yang harusmengalami banyak pembenahan mendasar, sehingga dapatmemberikan jaminan kepastian hukum.
sumber : http://dhyladhil.blogspot.com/2011/05/aktualisasi-fungsi-hukum-pidana-dalam.html
TINJAUAN HUKUM PELAKSANAAN OTONOMI DESA DI KABUPATEN BANGGAI
Pelaksanaan otonomi desa pada daerah penelitian secara umum sudah dapat berjalan sesuai dengan ketentuan Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 namun belum secara maksimal khususnya untuk pelaksanaan pembangunandi segala bidang di desa penelitian baik desa-desa yang ada di Kecamatan Toili maupun desa-desa yang ada di Kecamatan Luwuk Timur Kabupaten Banggai. Faktor penghambat dan pendukung pelaksanaan otonomi desa pada desa-desa penelitian baik Kecamatan Toili maupun Luwuk Timur Kabupaten Bangai adalah sama persis, yaitu faktor penghambatnya adalah sarana dan prasarana sedangkan faktor pendukungnya adalah faktor dana, faktor koordinasi dan faktor komitmen.
Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi hambatan pelaksanaan otonomi desa di Kabupaten Bangai adalah meningkatkan gaji Kepala Desa dan perangkatnya, mengalokasikan dana yang cukup untuk bantuan pembangunan desa, terutama guna alat transportasi desa yang masih sangat kurang bahkan tidak ada.
Sistem Pembiayaan Leasing di Perbankan Syariah
Kehadiran leasing telah menciptakan wahana baru untuk pengembangan pembiayaan investasi bagi dunia usaha, baik usaha kecil, menengah maupun besar. Adanya jasa leasing, pengusaha dapat melakukan perluasan produksi dan penambahan barang modal dengan cepat. Kebutuhan terhadap produk pembiayaan dengan system leasing ini pada dasarnya telah dirasakan sejak awal berdirinya bank- bank Islam, karena dapat melayani kebutuhan nasabah untuk memiliki barang, bukan jasa. Bagi perbankan syariah, produk leasing sangat dibutuhkan masyarakat untuk menopang ekonomi lemah, karena mampu berpartisipasi meningkatkan dan memberdayakan perekonomian yang berwujud dalam penciptakan iklim kondusif bagi masyarakat untuk berkembang, peningkatan kemampuan masyarakat melalui pengembangan kelembagaan, dan menciptakan kemitraan yang saling menguntungkan. Pembiayaan dengan sistem leasing juga sangat menarik karena tidak dituntut dengan barang jaminan yang memberatkan serta adanya opsi yang memungkinkan untuk memiliki barang di akhir periode sewa atau mengembalikannya.
Untuk menghindari sistem bunga maka istilah yang dipakai bank syariah adalah ijarah, meskipun memiliki kesamaan dengan leasing.
Pengaruh suku bunga SBI, Nilai tukar Rupiah, dan Inflasi terhadap Kinerja Perusahaan
Judul :
Pengaruh suku bunga SBI, Nilai tukar Rupiah, dan Inflasi terhadap Kinerja Perusahaan
Pengarang/Penulis :
Linda Dwi Oktavia
Alamat/Sumber Jurnal :
Review Jurnal :
Berdasarkan hasil penelitian seperti yang telah diuraikan diatas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Pengujian statistik sebelum privatisasi perusahaan menunjukkan bahwa secara parsial hanya variabel suku bunga SBI yang berpengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan, sedangkan variabel nilai tukar rupiah dan variabel inflasi tidak berpengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan. Pengujian secara serentak menunjukkan bahwa antara seluruh variabel independen (suku bunga SBI, nilai tukar rupiah, dan inflasi) berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen (kinerja keuanganperusahaan).2. Pengujian statistik sesudah privatisasi perusahaan menunjukkan bahwa secara parsial variabel suku bunga SBI dan variabel inflasi berpengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan, dan hanya variabel nilai tukar rupiah yang tidak berpengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan. Pengujian secara serentak menunjukkan bahwa antara seluruh variabel independen (suku bunga SBI, nilai tukar rupiah, dan inflasi) berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen (kinerja keuanganperusahaan).
3. Pengujian statistik berdasarkan Paired Sample T-Test menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kinerja keuangan perusahaan sebelum privatisasi dan kinerja keuangan perusahaan sesudah privatisasi. Hasil tersebut terjadi karena dalam hal ini peneliti memiliki keterbatasan dalam mengukur kinerja keuangan perusahaan dan dalam jangka waktu pengamatan.
sumber : http://dhyladhil.blogspot.com/2011/05/pengaruh-suku-bunga-sbi-nilai-tukar.html
Segi Hukum Bisnis dalam Kebijakan Privatisasi BUMN melalui Penjualan Saham di Pasar Modal Indonesia
egi Hukum Bisnis dalam Kebijakan Privatisasi BUMN melalui Penjualan Saham di Pasar Modal Indonesia
Penulis :
Pandu Patriadi
Sumber/Link :
Review:
Tap MPR No. IV/MPR/1999 tentang GBHN Tahun 1999-2004 yang menyatakan bahwa bagi BUMN yang usahanya tidak berkaitan dengan kepentingan umum didorong untuk melakukan privatisasi melalui pasar modal. Prosedur kebijakan privatisasi BUMN kemudian diperkuat dan diatur dalam UU No. 25 Tahun 2000 tentang PROPENAS Tahun 2000-2004 yang salah satu kegiatan pokoknya adalah kewajiban pemerintah untuk meningkatkan pemanfaatan kepemilikan BUMN melalui proses privatisasi. Untuk menjaga momentum kebijakan privatisasi BUMN pada bulan Juni 2003. Pemerintah bersama dengan parlemen (DPR) telah mengesahkan UU No. 19/2003 tentang BUMN yang menjadi dasar hukum dalam pengelolaan dan pengawasan BUMN. Temuan dalam penelitian ini adalah Indonesia sudah memiliki dasar hukum bisnis dan peraturan-peraturan yang relative lengkap akan tetapi implementasi kebijakan privatisasi BUMN melalui penjualan saham di pasar modal belum sesuai dengan target yang ditentukan. Kondisi ini disebabkan oleh belum adanya komitmen yang tinggi di kalangan pimpinan negara (pemerintahan, parlemen. kehakiman) untuk mengembangkan usaha BUMN, belum tuntasnya sosialisasi mengenai aspek hukum kebijakan privatisasi BUMN baik untuk manajemen BUMN. kalangan investor maupun masyarakat luas, lemahnya law enforcement di Indonesia yang mengakibatkan tingkat kepercayaan investor dalam dan luar negeri terhadap kebijakan privatisasi di Indonesia masih rendah. Di Indonesia pasar Modal merupakan bisnis yang cukup baru. Peraturan pasar modal masih tergolong simpel tapi kesimpelan tersebut tidak sepenuhnya ditegakan.
Ketidakadilan di pasar modal juga sering terjadi seperti adanya transaksi dimana pelakunya menghadapi benturan kepentingan tertentu, seperti adanya akuisisi diantara perusahaan-perusahaan dalam satu grup yang sama. Pada prinsipnya hukum tidak melarang dilakukannya transaksi yang menimbulkan benturan kepentingan tersebut, akan tetapi pengaturan tersebut dimaksudkan agar ketidakadilan dapat diredam. Program privatisasi BUMN harus dapat meminimalkan efek negatif dari permasalahan benturan kepentingan ini.
aspek hukum & hukum ekonomi
Hukum Perdata
Hukum perdata Belanda berasal dari hukum perdata Perancis yaitu Code Napoleon yang disusun berdasarkan hukum Romawi Corpus Juris Civilis yang pada waktu itu dianggap sebagai hukum yang paling sempurna. Hukum Privat yang berlaku di Perancis dimuat dalam dua kodifikasi yang disebut Code Civil (hukum perdata) dan Code de Commerce (hukum dagang). Sewaktu Perancis menguasai Belanda (1806-1813), kedua kodifikasi itu diberlakukan di negeri Belanda yang masih dipergunakan terus hingga 24 tahun sesudah kemerdekaan Belanda dari Perancis (1813)
Pada Tahun 1814 Belanda mulai menyusun Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Sipil) atau KUHS Negeri Belanda, berdasarkan kodifikasi hukum Belanda yang dibuat oleh MR.J.M. KEMPER disebut ONTWERP KEMPER namun sayangnya KEMPER meninggal dunia 1824 sebelum menyelesaikan tugasnya dan dilanjutkan oleh NICOLAI yang menjabat sebagai Ketua Pengadilan Tinggi Belgia. Keinginan Belanda tersebut terealisasi pada tanggal 6 Juli 1880 dengan pembentukan dua kodifikasi yang baru diberlakukan pada tanggal 1 Oktober 1838 oleh karena telah terjadi pemberontakan di Belgia yaitu :
1. Burgerlijk Wetboek yang disingkat BW [atau Kitab Undang-Undang Hukum Perdata-Belanda.
2. Wetboek van Koophandel disingkat WvK [atau yang dikenal dengan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang]
Kodifikasi ini menurut Prof Mr J, Van Kan BW adalah merupakan terjemahan dari Code Civil hasil jiplakan yang disalin dari bahasa Perancis ke dalam bahasa nasional Belanda
[sunting] KUHPerdata
Yang dimaksud dengan Hukum perdata Indonesia adalah hukum perdata yang berlaku bagi seluruh Wilayah di Indonesia. Hukum perdata yang berlaku di Indonesia adalah hukum perdata baratBelanda yang pada awalnya berinduk pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang aslinya berbahasa Belanda atau dikenal dengan Burgerlijk Wetboek dan biasa disingkat dengan B.W. Sebagian materi B.W. sudah dicabut berlakunya & sudah diganti dengan Undang-Undang RI misalnya mengenai UU Perkawinan, UU Hak Tanggungan, UU Kepailitan.
Pada 31 Oktober 1837, Mr.C.J. Scholten van Oud Haarlem di angkat menjadi ketua panitia kodifikasi dengan Mr. A.A. Van Vloten dan Mr. Meyer masing-masing sebagai anggota yang kemudian anggotanya ini diganti dengan Mr. J.Schneither dan Mr. A.J. van Nes. Kodifikasi KUHPdt. Indonesia diumumkan pada tanggal 30 April 1847 melalui Staatsblad No. 23 dan berlaku Januari 1948.
Setelah Indonesia Merdeka berdasarkan aturan Pasal 2 aturan peralihan UUD 1945, KUHPdt. Hindia Belanda tetap dinyatakan berlaku sebelum digantikan dengan undang-undang baru berdasarkan Undang – Undang Dasar ini. BW Hindia Belanda disebut juga Kitab Undang – Undang Hukun Perdata Indonesia sebagai induk hukum perdata Indonesia.
[sunting] Isi KUHPerdata
KUHPerdata terdiri dari 4 bagian yaitu :
1. Buku 1 tentang Orang / Personrecht
2. Buku 2 tentang Benda / Zakenrecht
3. Buku 3 tentang Perikatan /Verbintenessenrecht
4. Buku 4 tentang Daluwarsa dan Pembuktian /Verjaring en Bewijs
Hukum perdata Belanda berasal dari hukum perdata Perancis yaitu Code Napoleon yang disusun berdasarkan hukum Romawi Corpus Juris Civilis yang pada waktu itu dianggap sebagai hukum yang paling sempurna. Hukum Privat yang berlaku di Perancis dimuat dalam dua kodifikasi yang disebut Code Civil (hukum perdata) dan Code de Commerce (hukum dagang). Sewaktu Perancis menguasai Belanda (1806-1813), kedua kodifikasi itu diberlakukan di negeri Belanda yang masih dipergunakan terus hingga 24 tahun sesudah kemerdekaan Belanda dari Perancis (1813)
Pada Tahun 1814 Belanda mulai menyusun Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Sipil) atau KUHS Negeri Belanda, berdasarkan kodifikasi hukum Belanda yang dibuat oleh MR.J.M. KEMPER disebut ONTWERP KEMPER namun sayangnya KEMPER meninggal dunia 1824 sebelum menyelesaikan tugasnya dan dilanjutkan oleh NICOLAI yang menjabat sebagai Ketua Pengadilan Tinggi Belgia. Keinginan Belanda tersebut terealisasi pada tanggal 6 Juli 1880 dengan pembentukan dua kodifikasi yang baru diberlakukan pada tanggal 1 Oktober 1838 oleh karena telah terjadi pemberontakan di Belgia yaitu :
1. Burgerlijk Wetboek yang disingkat BW [atau Kitab Undang-Undang Hukum Perdata-Belanda.
2. Wetboek van Koophandel disingkat WvK [atau yang dikenal dengan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang]
Kodifikasi ini menurut Prof Mr J, Van Kan BW adalah merupakan terjemahan dari Code Civil hasil jiplakan yang disalin dari bahasa Perancis ke dalam bahasa nasional Belanda
[sunting] KUHPerdata
Yang dimaksud dengan Hukum perdata Indonesia adalah hukum perdata yang berlaku bagi seluruh Wilayah di Indonesia. Hukum perdata yang berlaku di Indonesia adalah hukum perdata baratBelanda yang pada awalnya berinduk pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang aslinya berbahasa Belanda atau dikenal dengan Burgerlijk Wetboek dan biasa disingkat dengan B.W. Sebagian materi B.W. sudah dicabut berlakunya & sudah diganti dengan Undang-Undang RI misalnya mengenai UU Perkawinan, UU Hak Tanggungan, UU Kepailitan.
Pada 31 Oktober 1837, Mr.C.J. Scholten van Oud Haarlem di angkat menjadi ketua panitia kodifikasi dengan Mr. A.A. Van Vloten dan Mr. Meyer masing-masing sebagai anggota yang kemudian anggotanya ini diganti dengan Mr. J.Schneither dan Mr. A.J. van Nes. Kodifikasi KUHPdt. Indonesia diumumkan pada tanggal 30 April 1847 melalui Staatsblad No. 23 dan berlaku Januari 1948.
Setelah Indonesia Merdeka berdasarkan aturan Pasal 2 aturan peralihan UUD 1945, KUHPdt. Hindia Belanda tetap dinyatakan berlaku sebelum digantikan dengan undang-undang baru berdasarkan Undang – Undang Dasar ini. BW Hindia Belanda disebut juga Kitab Undang – Undang Hukun Perdata Indonesia sebagai induk hukum perdata Indonesia.
[sunting] Isi KUHPerdata
KUHPerdata terdiri dari 4 bagian yaitu :
1. Buku 1 tentang Orang / Personrecht
2. Buku 2 tentang Benda / Zakenrecht
3. Buku 3 tentang Perikatan /Verbintenessenrecht
4. Buku 4 tentang Daluwarsa dan Pembuktian /Verjaring en Bewijs
Strategi Marketing Mix (Marketing Mix Strategy)
Sejauh ini kita sudah menetapkan objectives untuk marketing dan juga sudah membuat strategi marketing utama yang mencakup segala analisa rumit tetapi penting. Langkah berikutnya dari rangkaian proses pembuatan rencana marketing/pemasaran adalah menetapkan berbagai kegiatan yang menunjang tercapainya objectives tersebut.
Startegi marketing terpadu/bauran (Marketing Mix Strategy) pada dasarnya adalah perpaduan dari kegiatan yang terkendali sebatas kemampuan perusahaan untuk mencapai objectives marketing yang sudah ditetapkan.
Strategi Marketing Mix menurut P Kotler mencakup 4 pokok kebijakan, yang disebut 4P:
1. Product atau kebijakan sekitar produk.
2. Price atau kebijakan tentang harga.
3. Place atau kebijakan tentang distribusi.
4. Promotion atau kebijakan promosi.
Hal itu dikembangkan dengan ditambah dengan 2 P lagi yang sangat erat hubungannya dengan pencapaian objectives tersebut yakni:
5. Periode atau penjadwalan tiap kebijakan.
6. People atau kebijakan sekitar personel.
sumber : http://artikelekonomi.com/strategi-marketing-mix-marketing-mix-strategy.html
Startegi marketing terpadu/bauran (Marketing Mix Strategy) pada dasarnya adalah perpaduan dari kegiatan yang terkendali sebatas kemampuan perusahaan untuk mencapai objectives marketing yang sudah ditetapkan.
Strategi Marketing Mix menurut P Kotler mencakup 4 pokok kebijakan, yang disebut 4P:
1. Product atau kebijakan sekitar produk.
2. Price atau kebijakan tentang harga.
3. Place atau kebijakan tentang distribusi.
4. Promotion atau kebijakan promosi.
Hal itu dikembangkan dengan ditambah dengan 2 P lagi yang sangat erat hubungannya dengan pencapaian objectives tersebut yakni:
5. Periode atau penjadwalan tiap kebijakan.
6. People atau kebijakan sekitar personel.
sumber : http://artikelekonomi.com/strategi-marketing-mix-marketing-mix-strategy.html
Manfaat Surat Obligasi Berindeks Inflasi
Kebanyakan obligasi ini diterbitkan oleh pemerintah dan menurut kantor berita Reuters, penerbit terbesar adalah Inggris diikuti Israel, Swedia, AS, Kanada dan Australia. Tetapi banyak perusahaan juga menerbitkan obligasi terkait indeks, khususnya perusahaan yang bergerak dalam bidang komoditi, utiliti dan pengecer barang lain yang harganya dipengaruhi oleh laju inflasi. Mereka menggunakan obligasi indeksasi karena mereka merasa bahwa penghasilan mereka akan naik atau turun jika laju inflasi naik atau turun.
Di sisi lain, obligasi berindeks inflasi juga memberi penerbit perlindungan dari risiko inflasi. Dengan menerbitkan obligasi berindeks inflasi, penerbit dapat menurunkan biaya bunga atas obligasi yang diterbitkannya karena obligasi ini menghilangkan premi risiko yang sering menjadi bagian dari yield dalam obligasi yang ditebus dengan nilai nominal. Yang dimaksud sebagai premi risiko di sini adalah selisih antara bunga nominal dalam obligasi biasa dikurangi laju inflasi. Lebih jelasnya begini. Besaran yield dari obligasi yang ditebus pada nilai nominal pada umumnya adalah penjumlahan dari 3 komponen, yaitu real yield, perkiraan laju inflasi sepanjang tenor obligasi dan premi risiko inflasi. Karena obligasi berindeks inflasi bebas dari risiko inflasi, maka yieldnya tidak mengandung premi risiko inflasi. Artinya, kalau laju inflasi aktual sama dengan perkiraan inflasi, maka biaya obligasi berindeks inflasi akan lebih kecil dari pada biaya obligasi biasa yang mengandung unsur premi risiko inflasi.
Bagi pemodal, manfaat utama obligasi berindeks inflasi adalah karena obligasi tersebut memberi pemodal aset jangka panjang dengan yield riil tetap yang bebas dari risiko inflasi. lni berbeda dengan pemodal di obligasi biasa yang secara historic terpapari pada risiko inflasi. Pemodal dalam obligasi berindeks inflasi termasuk orang yang menghindari risiko inflasi. Mereka ini bersedia menerima tingkat hasil yang relatif rendah di obligasi indeksasi dari pada pemodal rata-rata. Oleh pemodal, instrumen berindeks inflasi juga digunakan untuk transaksi lindung nilai (hedging). Pemodal obligasi tipe ini mencakup dana pensiun, perusahaan manajemen investasi dan individu yang mencoba melindungi daya beli uangnya di kemudian hari. Banyak perusahaan juga berinvestasi di obligasi indeksasi untuk menjamin bahwa biaya operasi jangka panjang tidak terganggu karena adanya inflasi. Jenis surat utang baru ini dirancang untuk semua kategori pemodal yang menginginkan jaminan hasil riil.
Permintaan akan efek seperti ini tumbuh pesat di Eropa, seperti ditunjukkan dalam dana pensiun di Inggris. Mereka menginvestasikan sekitar 22% dari rata-rata portofolionya di portofolio pada tahun 2002. Dari alokasi ke obligasi ini bagian terbesarnya adalah di index-linked bond, yang secara keseluruhan mewakili 8% dari total portofolio. Diperkirakan, pangsa index-linked bond dalam portofolio dana pensiun terus meningkat. Semula, ekuiti digunakan sebagai instrumen utama bagi para pengelola dana pensiun untuk melindungi aset mereka dari inflasi. Akan tetapi, kemerosotan pasar ekuiti dan kemudian berbagai skandal korporat dunia telah mengguncang keyakinan pemodal ekuiti, termasuk para pengelola. Sebagai gantinya mereka kemudian mulai memindahkan sebagian dana mereka ke efek pendapatan tetap. Guna melindungi diri dari laju inflasi, mereka memilih obligasi indeksasi, khususnya yang beracuan laju inflasi. Selain itu, obligasi ini juga menjadi sarana diversifikasi.
Manfaat obligasi indeksasi lebih terasa untuk investasi panjang karena risiko inflasi dalam jumlah signifikan pada umumnya terjadi dalam jangka panjang. Selain itu, perubahan laju inflasi mempunyai dampak lebih kecil pada nilai obligasi jangka pendek dari pada obligasi jangka panjang. Oleh karena itu, baik penerbit dan pemodal lebih tertarik pada obligasi indeksasi yang memiliki tenor panjang dari pada obligasi indeksasi bertenor lebih pendek.
sumber : http://artikelekonomi.com/manfaat-surat-obligasi-berindeks-inflasi.html
Di sisi lain, obligasi berindeks inflasi juga memberi penerbit perlindungan dari risiko inflasi. Dengan menerbitkan obligasi berindeks inflasi, penerbit dapat menurunkan biaya bunga atas obligasi yang diterbitkannya karena obligasi ini menghilangkan premi risiko yang sering menjadi bagian dari yield dalam obligasi yang ditebus dengan nilai nominal. Yang dimaksud sebagai premi risiko di sini adalah selisih antara bunga nominal dalam obligasi biasa dikurangi laju inflasi. Lebih jelasnya begini. Besaran yield dari obligasi yang ditebus pada nilai nominal pada umumnya adalah penjumlahan dari 3 komponen, yaitu real yield, perkiraan laju inflasi sepanjang tenor obligasi dan premi risiko inflasi. Karena obligasi berindeks inflasi bebas dari risiko inflasi, maka yieldnya tidak mengandung premi risiko inflasi. Artinya, kalau laju inflasi aktual sama dengan perkiraan inflasi, maka biaya obligasi berindeks inflasi akan lebih kecil dari pada biaya obligasi biasa yang mengandung unsur premi risiko inflasi.
Bagi pemodal, manfaat utama obligasi berindeks inflasi adalah karena obligasi tersebut memberi pemodal aset jangka panjang dengan yield riil tetap yang bebas dari risiko inflasi. lni berbeda dengan pemodal di obligasi biasa yang secara historic terpapari pada risiko inflasi. Pemodal dalam obligasi berindeks inflasi termasuk orang yang menghindari risiko inflasi. Mereka ini bersedia menerima tingkat hasil yang relatif rendah di obligasi indeksasi dari pada pemodal rata-rata. Oleh pemodal, instrumen berindeks inflasi juga digunakan untuk transaksi lindung nilai (hedging). Pemodal obligasi tipe ini mencakup dana pensiun, perusahaan manajemen investasi dan individu yang mencoba melindungi daya beli uangnya di kemudian hari. Banyak perusahaan juga berinvestasi di obligasi indeksasi untuk menjamin bahwa biaya operasi jangka panjang tidak terganggu karena adanya inflasi. Jenis surat utang baru ini dirancang untuk semua kategori pemodal yang menginginkan jaminan hasil riil.
Permintaan akan efek seperti ini tumbuh pesat di Eropa, seperti ditunjukkan dalam dana pensiun di Inggris. Mereka menginvestasikan sekitar 22% dari rata-rata portofolionya di portofolio pada tahun 2002. Dari alokasi ke obligasi ini bagian terbesarnya adalah di index-linked bond, yang secara keseluruhan mewakili 8% dari total portofolio. Diperkirakan, pangsa index-linked bond dalam portofolio dana pensiun terus meningkat. Semula, ekuiti digunakan sebagai instrumen utama bagi para pengelola dana pensiun untuk melindungi aset mereka dari inflasi. Akan tetapi, kemerosotan pasar ekuiti dan kemudian berbagai skandal korporat dunia telah mengguncang keyakinan pemodal ekuiti, termasuk para pengelola. Sebagai gantinya mereka kemudian mulai memindahkan sebagian dana mereka ke efek pendapatan tetap. Guna melindungi diri dari laju inflasi, mereka memilih obligasi indeksasi, khususnya yang beracuan laju inflasi. Selain itu, obligasi ini juga menjadi sarana diversifikasi.
Manfaat obligasi indeksasi lebih terasa untuk investasi panjang karena risiko inflasi dalam jumlah signifikan pada umumnya terjadi dalam jangka panjang. Selain itu, perubahan laju inflasi mempunyai dampak lebih kecil pada nilai obligasi jangka pendek dari pada obligasi jangka panjang. Oleh karena itu, baik penerbit dan pemodal lebih tertarik pada obligasi indeksasi yang memiliki tenor panjang dari pada obligasi indeksasi bertenor lebih pendek.
sumber : http://artikelekonomi.com/manfaat-surat-obligasi-berindeks-inflasi.html
Kebijakan Pajak Dan Subsidi Pemerintah
Campur tangan pemerintah yang targeting menempkan harga banyak dipraktekkan di negara-negara komunis. Tetapi di negara-negara bebas cara tersebut tidak begitu disukai. Cara yang lebilt banyak dipakai adalah campur tangan secara tidak langsung. Untuk itu, pemerintah mempunyai senjata yang ampuh, yaitu pajak dan subsidi. Melalui pajak dan subsidi, pemerintah dapat mempengaruhi baik harga maupun jumlah yang diperjualbelikan. Hal ini pun dapat dianalisis dengan bantuan kurva penawaran dan permintaan.
Pajak
Sebagai contoh kita ambil cukai, misalnya untuk minuman bir. Andaikan bir diperjualbelikan dengan harga eceran Rp8.000/botol. Kemudian, pemerintah membebankan pajak sebesar Rp4.000/botol. Apa akibamya terhadap harga? Lihat gambar 111.4.

Pertama-tama kite lihat dalam grafik bahwa barge keseimbangan naik. Tetapi kenaikan harga tidak sebanyak jumlah pajak. Temyata P menjadi Rp11.000/botol. Mengapa terjadi demikian? Beban pajak sebesar Rp4000. Make, dengan adanya pajak tersebut jumlah sebesar Q w 20 hanya akan dijual oleh produsen dengan harga P Rp11.000. Tetapi pada harga Rp11.000 pars konsumen hanya man membeli 15, jadi ada surplus. Make, harga keseimbangan menjadi Rp11.000/botol, dan jumlah yang man dijual menjadi 16.
Jadi, apa akibat pajak tadi? Bagi konsumen harga naik dari Rp8.000 menjadi Rp 11.000. Jadi beban pajak yang ditanggung oleh konsumen adalah Rp3.000/botol. Lalu, penjual bagaimana? Dengan harga jual yang baru ia hanya dapat menjual Q sebanyak 16. Untuk itu, ia mendapat harga Rp11000. Tapi dari pendapatan Rp12.000/botol ini produsen barus membayar cukai sebanyak Rp4000 kepada pemerintah. Jadi, si produsen sendiri sebenarnya hanya mendapat Rp7.000/botol, (dan tidak Rp8000 seperti semula). Jadi, produsen terpaksa juga mcnanggung sebagian dari beban pajak tersebut, yaitu sebanyak Rp11.000/botol (karena jumlah yang dapat dijual lebih sedikit pada harga baru).
Jadi, akibat cukai ialah baik konsumen maupun produsen menanggung sebagian dari beban pajak, dan Q berkurang dan 20 menjadi 16. Pembagian beban pajak dapat dilihat dalam grafik: bagian atas merupakan beban konsumen karena kenaikan harga, sedang bagian bawah menjadi beban penjual karena penerimaannya berkurang.
Gambarkan sendiri bagaimana kurva S berubah bila tarif pajak yang dikenakan berupa persentase (%) tertentu dari harga jualnya.
Subsidi
Jika pemerintah memberikan subsidi, maka keadaannya terbalik. Misalnya, lama sekali pemerintah kita memberikan subsidi untuk BBM (minyak tanah dan bensin), juga untuk pupuk. Lihat gambar 111.5.

Pelaksanaan pemberian subsidi biasanya disertai dengan bermacam-macam peraturan lain, misalnya penetapan harga, pedoman kalkulasi harga pokok, pembebasan pajak, daftar prioritas, dan
Demikianlah beberapa cara yang dapat ditempuh pemerintah untuk mengawasi, mengatur, dan mengendalikan harga yang berlaku dalam masyarakat.
lihatannya mungkin agak teoritis dan terlalu disederhanakan. Apalagi kalau yang dipakai hanya dua macam barang (agar dapat digambarkan danger grafik biasa). Tetapi prinsipnya dengan mudah dapat diperluas dan dikonkretkan.
sumber : http://artikelekonomi.com/kebijakan-pajak-dan-subsidi-pemerintah.html
Pajak
Sebagai contoh kita ambil cukai, misalnya untuk minuman bir. Andaikan bir diperjualbelikan dengan harga eceran Rp8.000/botol. Kemudian, pemerintah membebankan pajak sebesar Rp4.000/botol. Apa akibamya terhadap harga? Lihat gambar 111.4.

Pertama-tama kite lihat dalam grafik bahwa barge keseimbangan naik. Tetapi kenaikan harga tidak sebanyak jumlah pajak. Temyata P menjadi Rp11.000/botol. Mengapa terjadi demikian? Beban pajak sebesar Rp4000. Make, dengan adanya pajak tersebut jumlah sebesar Q w 20 hanya akan dijual oleh produsen dengan harga P Rp11.000. Tetapi pada harga Rp11.000 pars konsumen hanya man membeli 15, jadi ada surplus. Make, harga keseimbangan menjadi Rp11.000/botol, dan jumlah yang man dijual menjadi 16.
Jadi, apa akibat pajak tadi? Bagi konsumen harga naik dari Rp8.000 menjadi Rp 11.000. Jadi beban pajak yang ditanggung oleh konsumen adalah Rp3.000/botol. Lalu, penjual bagaimana? Dengan harga jual yang baru ia hanya dapat menjual Q sebanyak 16. Untuk itu, ia mendapat harga Rp11000. Tapi dari pendapatan Rp12.000/botol ini produsen barus membayar cukai sebanyak Rp4000 kepada pemerintah. Jadi, si produsen sendiri sebenarnya hanya mendapat Rp7.000/botol, (dan tidak Rp8000 seperti semula). Jadi, produsen terpaksa juga mcnanggung sebagian dari beban pajak tersebut, yaitu sebanyak Rp11.000/botol (karena jumlah yang dapat dijual lebih sedikit pada harga baru).
Jadi, akibat cukai ialah baik konsumen maupun produsen menanggung sebagian dari beban pajak, dan Q berkurang dan 20 menjadi 16. Pembagian beban pajak dapat dilihat dalam grafik: bagian atas merupakan beban konsumen karena kenaikan harga, sedang bagian bawah menjadi beban penjual karena penerimaannya berkurang.
Gambarkan sendiri bagaimana kurva S berubah bila tarif pajak yang dikenakan berupa persentase (%) tertentu dari harga jualnya.
Subsidi
Jika pemerintah memberikan subsidi, maka keadaannya terbalik. Misalnya, lama sekali pemerintah kita memberikan subsidi untuk BBM (minyak tanah dan bensin), juga untuk pupuk. Lihat gambar 111.5.

Pelaksanaan pemberian subsidi biasanya disertai dengan bermacam-macam peraturan lain, misalnya penetapan harga, pedoman kalkulasi harga pokok, pembebasan pajak, daftar prioritas, dan
Demikianlah beberapa cara yang dapat ditempuh pemerintah untuk mengawasi, mengatur, dan mengendalikan harga yang berlaku dalam masyarakat.
lihatannya mungkin agak teoritis dan terlalu disederhanakan. Apalagi kalau yang dipakai hanya dua macam barang (agar dapat digambarkan danger grafik biasa). Tetapi prinsipnya dengan mudah dapat diperluas dan dikonkretkan.
sumber : http://artikelekonomi.com/kebijakan-pajak-dan-subsidi-pemerintah.html
Beberapa Bentuk Kebijakan Ekonomi Internasional
Umumnya negara sedang berkembang lebih memilih kebijakan ekonomi terbuka, yaitu melakukan hubungan ekonomi dengan luar negeri. Kebijakan ini akan membuka akses pasar ekspor bagi produk-produk mereka, sekaligus membuka sumber pengadaan barang modal dan bahan baku industri dari negara-negara lain. Secara teoretis, jika pengelolaan baik dan transparan, kebijakan ekonomi terbuka dapat mempercepat pembangunan ekonomi. Kebijakan perdagangan internasional terdiri atas kebijakan promosi ekspor, kebijakan substitusi impor, dan kebijakan proteksi industri.
1. Kebijakan Promosi Ekspor
Selain menghasilkan devisa, kebijakan promosi ekspor dapat melatih dan meningkatkan daya saing atau produktivitas para pelaku ekonomi dornotik. Umumnya, negara sedang berkembang mengekspor hasil-hasil sektor primer (pertanian dan pertambangan) atau hasil-hasil industri yang telah ditinggalkan negara-negara yang lebih dahulu maju. Thailand misalnya, sangat terkenal sebagai negara yang mampu menghasilkan devisa dari ekspor hasil pertanian. Sementara Indonesia, memperoleh devisa yang besar dari ekspor tekstil. Saar ini mereka tidalk lagi menambah perhatian pada sektor-sektor tersebut, melainkan berkonsentrasi pada industri yang padat ilmu pengetahuan, misalnya komputer dan peralatan komunikasi canggih atau peralatan militer modern. Hal ini dikarenakan nilai rambah dari penjualan produk-produk tersebut lebih tinggi dari yang dihasilkan industri mobil atau tekstil.
2. Kebijakan Substitusi Impor
Kebijakan substitusi impor adalah kebijakan untuk memproduksi barang-barang yang diimpor. Tujuan utamanya adalah penghematan devisa. Di Indonesia, pengembangan industri tekstil pada awalnya adalah substitusi impor. Jika tahap substitusi impor terlampaui, biasanya untuk tahap selanjutnya menempuh strategi promosi ekspor.
3. Kebijakan Proteksi Industri
Kebijakan proteksi industri umumnya bersifat sementara, sebab tujuannya untuk melindungi industri yang baru berkembang, sampai mereka mampu bersaing. Jika industri tersebut sudah berkembang, maka perlindungan dicabut. Perlindungan yang diberikan biasanya adalah pengenaan tarif dan atau pemberian kuota untuk barang-barang produk negara lain yang boleh masuk ke pasar domestik.
sumber : http://artikelekonomi.com/beberapa-bentuk-kebijakan-ekonomi-internasional.html
1. Kebijakan Promosi Ekspor
Selain menghasilkan devisa, kebijakan promosi ekspor dapat melatih dan meningkatkan daya saing atau produktivitas para pelaku ekonomi dornotik. Umumnya, negara sedang berkembang mengekspor hasil-hasil sektor primer (pertanian dan pertambangan) atau hasil-hasil industri yang telah ditinggalkan negara-negara yang lebih dahulu maju. Thailand misalnya, sangat terkenal sebagai negara yang mampu menghasilkan devisa dari ekspor hasil pertanian. Sementara Indonesia, memperoleh devisa yang besar dari ekspor tekstil. Saar ini mereka tidalk lagi menambah perhatian pada sektor-sektor tersebut, melainkan berkonsentrasi pada industri yang padat ilmu pengetahuan, misalnya komputer dan peralatan komunikasi canggih atau peralatan militer modern. Hal ini dikarenakan nilai rambah dari penjualan produk-produk tersebut lebih tinggi dari yang dihasilkan industri mobil atau tekstil.
2. Kebijakan Substitusi Impor
Kebijakan substitusi impor adalah kebijakan untuk memproduksi barang-barang yang diimpor. Tujuan utamanya adalah penghematan devisa. Di Indonesia, pengembangan industri tekstil pada awalnya adalah substitusi impor. Jika tahap substitusi impor terlampaui, biasanya untuk tahap selanjutnya menempuh strategi promosi ekspor.
3. Kebijakan Proteksi Industri
Kebijakan proteksi industri umumnya bersifat sementara, sebab tujuannya untuk melindungi industri yang baru berkembang, sampai mereka mampu bersaing. Jika industri tersebut sudah berkembang, maka perlindungan dicabut. Perlindungan yang diberikan biasanya adalah pengenaan tarif dan atau pemberian kuota untuk barang-barang produk negara lain yang boleh masuk ke pasar domestik.
sumber : http://artikelekonomi.com/beberapa-bentuk-kebijakan-ekonomi-internasional.html
Kurva Permintaan Pasar (Market Demand)
Bentuk kurva permintaan pasar pada dasarnya serupa dengan kurva permintaan individual tadi. Hanya skala pada sumbu horisontal akan berbeda, sebab jumlah yang mau dibeli oleh seluruh masyarakat itu diukur dalam ribuan, bahkan mungkin jutaan ton. Dalam pembicaraan selanjutnya yang dipakai adalah kurva permintaan pasar. Sebab permintaan masyarakatlah yang memberikan isyarat kepada dunia usaha tentang apa dan berapa yang dibutuhkan oleh masyarakat.
Mengapa terjadi demikian?
Hukum permintaan menunjuk pada fakta bahwa kalau harga suatu barang dan jasa naik, maka jumlah yang mau dibeli cenderung menjadi lebih sedikit, sedang kalau harganya turun, maka jumlah yang mau dibeli masyarakat akan lebih banyak. Sekarang kita bertanya mengapa terjadi demikian? apa sebabnya jumlah yang mau dibeli berkurang maka harga barang itu akan naik dan bertambah bila harganya turun? Pada dasarya ada tiga alasan yang dapat menjelaskan gejala tersebut:
1. Pengaruh Penghasilan (Income effect)
Kalau harga suatu harang naik, maka dengan jumlah uang atau penghasilan yang sama orang terpaksa hanya dapat membeli jumlah barang lebih sedikit. Sebaliknya jika harga barang itu turun, dengan penghasilan yang sama orang dapat membeli lebih banyak barang tersebut (dan mungkin juga barang-barang lainnya), sebab penghasilan rillnya naik.
Misalnya, dalam contoh diatas: pada harga beras Rp 3.000/kg, keluarga tersebut dapat membeli 40 kilogram beras per bulan. Tetapi kalau, harga beras naik menjadi Rp4.000/kg, dengan jumlah uang yang sama mereka hanya dapat membeli 30 kilogram beras per bulan.
Hal yang sama berlaku tidak hanya untuk permintaan individual, tetapi juga untuk permintaan pasar. Kalau harga suatu barang naik (ceteris paribus), lebih sedikit warga masyarakat yang mampu membelinya dari penghasilan mereka. Sebaliknya jika harga barang tertentu turun (ceteris paribus), semakin banyak orang yang dulu tidak mampu membelinya sekarang akan dapat menjangkaunya sehingga jumlah pembeli bertambah banyak. Hal ini disebut “income effect”.
2. Pengaruh Substitusi (Substitution effect)
Jika harga suatu barang naik, orang akan mencari barang lain yang fungsinya sama, tempi harganya lebih murah. Penggantian ini dengan istilah teknis disebut substitusi. Maka. gejala ini disebut “substimtion effect”.
3. Penghargaan Subjektif (Marginal Utility)
Andaikan seseorang hanya mempunyai satu celana saja yang baik. Maka, celana yang satu itu sungguh berarti bagi orang tersebut. Seandainya celana itu sobek, apakah ia akan bersedia mengeluarkan uang untuk membeli celana yang baru? Pasti, walau harganya mahal. Sebaliknya, kalau orang masih mempunyai sepuluh celana yang baik di lemari, ia tidak akan merasa kerugian besar kalau kehilangan celana yang satu itu, dan ia tidak begitu bersedia mengeluarkan uang untuk membeli celana lebih banyak lagi. jadi, makin banyak dari satu macam barang tertentu yang telah dimiliki, makin rendah penghargaan kita terhadap masing-masing satuan barang itu.
Tinggi rendahnya harga yang bersedia dibayar oleh konsumen untuk barang tertentu mencerminkan kegunaan atau kepuasan (Marginal) yang diperolehnya dari konsumsi barang tersebut. Gejala ini dikenal dengan name Hukum Semakin Berkurangnya Tambahan Kepuasan (Lou of Diminishing Marginal UOliys. LDMU).
Elastisitas penawaran mempunyai arti penting untuk para konsumen (seperti elastisitas permintaan terutama penting bagi para produsen). Kalau penawaran inelastis, pertambahan dalam permintaan masyarakat hanya akan dapat di layani dengan harga yang lebih tinggi. Sebaliknya, jika penawaran elastis, ini berarti bahwa produksi segera dapat ditambah sehingga tambahan permintaan masyarakat tidak akan sangat menaikkan harga barang.
sumber : http://artikelekonomi.com/kurva-permintaan-pasar-market-demand.html
Mengapa terjadi demikian?
Hukum permintaan menunjuk pada fakta bahwa kalau harga suatu barang dan jasa naik, maka jumlah yang mau dibeli cenderung menjadi lebih sedikit, sedang kalau harganya turun, maka jumlah yang mau dibeli masyarakat akan lebih banyak. Sekarang kita bertanya mengapa terjadi demikian? apa sebabnya jumlah yang mau dibeli berkurang maka harga barang itu akan naik dan bertambah bila harganya turun? Pada dasarya ada tiga alasan yang dapat menjelaskan gejala tersebut:
1. Pengaruh Penghasilan (Income effect)
Kalau harga suatu harang naik, maka dengan jumlah uang atau penghasilan yang sama orang terpaksa hanya dapat membeli jumlah barang lebih sedikit. Sebaliknya jika harga barang itu turun, dengan penghasilan yang sama orang dapat membeli lebih banyak barang tersebut (dan mungkin juga barang-barang lainnya), sebab penghasilan rillnya naik.
Misalnya, dalam contoh diatas: pada harga beras Rp 3.000/kg, keluarga tersebut dapat membeli 40 kilogram beras per bulan. Tetapi kalau, harga beras naik menjadi Rp4.000/kg, dengan jumlah uang yang sama mereka hanya dapat membeli 30 kilogram beras per bulan.
Hal yang sama berlaku tidak hanya untuk permintaan individual, tetapi juga untuk permintaan pasar. Kalau harga suatu barang naik (ceteris paribus), lebih sedikit warga masyarakat yang mampu membelinya dari penghasilan mereka. Sebaliknya jika harga barang tertentu turun (ceteris paribus), semakin banyak orang yang dulu tidak mampu membelinya sekarang akan dapat menjangkaunya sehingga jumlah pembeli bertambah banyak. Hal ini disebut “income effect”.
2. Pengaruh Substitusi (Substitution effect)
Jika harga suatu barang naik, orang akan mencari barang lain yang fungsinya sama, tempi harganya lebih murah. Penggantian ini dengan istilah teknis disebut substitusi. Maka. gejala ini disebut “substimtion effect”.
3. Penghargaan Subjektif (Marginal Utility)
Andaikan seseorang hanya mempunyai satu celana saja yang baik. Maka, celana yang satu itu sungguh berarti bagi orang tersebut. Seandainya celana itu sobek, apakah ia akan bersedia mengeluarkan uang untuk membeli celana yang baru? Pasti, walau harganya mahal. Sebaliknya, kalau orang masih mempunyai sepuluh celana yang baik di lemari, ia tidak akan merasa kerugian besar kalau kehilangan celana yang satu itu, dan ia tidak begitu bersedia mengeluarkan uang untuk membeli celana lebih banyak lagi. jadi, makin banyak dari satu macam barang tertentu yang telah dimiliki, makin rendah penghargaan kita terhadap masing-masing satuan barang itu.
Tinggi rendahnya harga yang bersedia dibayar oleh konsumen untuk barang tertentu mencerminkan kegunaan atau kepuasan (Marginal) yang diperolehnya dari konsumsi barang tersebut. Gejala ini dikenal dengan name Hukum Semakin Berkurangnya Tambahan Kepuasan (Lou of Diminishing Marginal UOliys. LDMU).
Elastisitas penawaran mempunyai arti penting untuk para konsumen (seperti elastisitas permintaan terutama penting bagi para produsen). Kalau penawaran inelastis, pertambahan dalam permintaan masyarakat hanya akan dapat di layani dengan harga yang lebih tinggi. Sebaliknya, jika penawaran elastis, ini berarti bahwa produksi segera dapat ditambah sehingga tambahan permintaan masyarakat tidak akan sangat menaikkan harga barang.
sumber : http://artikelekonomi.com/kurva-permintaan-pasar-market-demand.html
Hal Yang Mempengaruhi Elastisitas Penawaran
Faktor-faktor terpenting yang mempengaruhi elastisitas penawaran adalah waktu yang diperlukan untuk menyesuaikan produksi dengan perubahan permintaan masyarakat, dan biaya produksi kalau produksi diperbesar atau diperkecil. Misalnya, seorang petani yang membawa basil kebunnya ke pasar untuk dijual (sayuran, buah-buahan, bunga). Penawarannya akan inelastis. Mengapa? Kalau harga di pasar lebih tinggi daripada yang diharapkannya, ia tidak segera akan dapat menawarkan lebih banyak karna harus menunggu musim berikut. Dan kalau harga lebih rendah daripada yang diharapkan, ia tetap akan menjual seluruh persediaannya karna barang-barang ini tidak dapat disimpan lama. Umumnya penawaran hasil-hasil pertanian bersifat inelastis.
Waktu yang diperlukan untuk menyesuaikan jumlah yang ditawarkan (Qs) dengan perubahan harga dapat dibedakan:
A. Jangka waktu sangat pendek
Dalam waktu satu/beberapa hari saja semua input tetap: oleh karena itu, para produsen/penjual tidak dapat segera menambah jumlah yang ditawarkan, meskipun konsumen bersedia membayar harga yang tinggi. Jumlah barang yang ditawarkan tergantung dari banyaknya persediaan yang ada pada saat itu. Maka, dalam jangka waktu sangat pendek penawaran bersifat inelastis.
B. Jangka pendek
Diartikan jangka waktu yang cukup untuk memungkinkan para produsen menambah jumlah produksinya dengan jalan menambah input variabel (dengan bekerja lebih keras/lama, mempergunakan lebih banyak bahan, dsb.), tetapi tidak cukup lama untuk memperbesar kapasitas produksi yang ada (areal pertanian, modal tetap seperti bangunan pabrik, mesin-mesin, dll).
Dalam keadaan demikian penawaran dapat elastis, dapat juga inelastis, tergantung jenis barang dan proses produksinya. Kalau memperbesar produksi menyebabkan biaya naik dengan cepat, make S akan inelastic. Tetapi kalau biaya produksi hampir tidak naik dengan pertambahan produksi, S akan bersifat elastis. Umumnya, hasil pertanian suplainya inelastic, sedang hasil pabrik lebih elastis.
C. Jangka panjang
Diartikan jangka waktu yang cukup lama hingga para produsen dapat menambah kapasitas produksi dengan menambah modal tetap (pabrik baru, mesin-mesin, perluasan areal pertanian, dsb) untuk menyesuaikan produksi dengan permintaan masyarakat. Makin lama jangka waktu, makin elastis penawaran.
Dalam jangka panjang, perkembangan teknik produksi di sektor industri dan produksi secara besar-besaran malah dapat menyebabkan harga turun, sehingga barang¬barang yang dulu dipandang barang mewah dan mahal menjadi barang kebutuhan biaya yang terbeli juga oleh orang banyak (misalnya, radio transistor, kalkulator, dsb).
sumber : http://artikelekonomi.com/hal-yang-mempengaruhi-elastisitas-penawaran.html
Waktu yang diperlukan untuk menyesuaikan jumlah yang ditawarkan (Qs) dengan perubahan harga dapat dibedakan:
A. Jangka waktu sangat pendek
Dalam waktu satu/beberapa hari saja semua input tetap: oleh karena itu, para produsen/penjual tidak dapat segera menambah jumlah yang ditawarkan, meskipun konsumen bersedia membayar harga yang tinggi. Jumlah barang yang ditawarkan tergantung dari banyaknya persediaan yang ada pada saat itu. Maka, dalam jangka waktu sangat pendek penawaran bersifat inelastis.
B. Jangka pendek
Diartikan jangka waktu yang cukup untuk memungkinkan para produsen menambah jumlah produksinya dengan jalan menambah input variabel (dengan bekerja lebih keras/lama, mempergunakan lebih banyak bahan, dsb.), tetapi tidak cukup lama untuk memperbesar kapasitas produksi yang ada (areal pertanian, modal tetap seperti bangunan pabrik, mesin-mesin, dll).
Dalam keadaan demikian penawaran dapat elastis, dapat juga inelastis, tergantung jenis barang dan proses produksinya. Kalau memperbesar produksi menyebabkan biaya naik dengan cepat, make S akan inelastic. Tetapi kalau biaya produksi hampir tidak naik dengan pertambahan produksi, S akan bersifat elastis. Umumnya, hasil pertanian suplainya inelastic, sedang hasil pabrik lebih elastis.
C. Jangka panjang
Diartikan jangka waktu yang cukup lama hingga para produsen dapat menambah kapasitas produksi dengan menambah modal tetap (pabrik baru, mesin-mesin, perluasan areal pertanian, dsb) untuk menyesuaikan produksi dengan permintaan masyarakat. Makin lama jangka waktu, makin elastis penawaran.
Dalam jangka panjang, perkembangan teknik produksi di sektor industri dan produksi secara besar-besaran malah dapat menyebabkan harga turun, sehingga barang¬barang yang dulu dipandang barang mewah dan mahal menjadi barang kebutuhan biaya yang terbeli juga oleh orang banyak (misalnya, radio transistor, kalkulator, dsb).
sumber : http://artikelekonomi.com/hal-yang-mempengaruhi-elastisitas-penawaran.html
Aspek Yang Mempengaruhi Biaya Produksi
Untuk menjalankan produksi diperlukan tenaga kerja, bahan-bahan dasar, alat-alat dan mesin, bahan bakar, dan sebagainya, yaitu sumber-sumber daya ekonomi atau faktor-faktor produksi. Untuk menentukan harga jual produk serta untuk dapat menentukan apakah suatu usaha itu rendabel, semua biaya produksi harus diperhitungkan dengan seteliti mungkin. Perhitungan semua biaya yang perlu dikeluarkan untuk menghasilkan suaru barang/jasa sampai barang tersebut terjual disebut “kalkulasi harga pokok“.
Pengertian Biaya
Dalam ilmu ekonomi biaya diartikan, semua pengorbanan yang perlu untuk suatu proses produksi, dinyatakan dalam uang menurut harga pasar yang berlaku. Dalam definisi ini ada empat unsur yang perlu diperhatikan:
a. Pengorbanan
Pengorbanan yang sesungguhnya adalah pemakaian faktor-faktor produksi atau sumber-sumber ekonomis bahan-bahan yang harus dipakai, waktu dan tenaga yang dicurahkan, peralatan dan mesin yang terpakai, upah karyawan yang harus dibayar, dan sebagainya.
Masalah pertama yang dihadapi oleh produsen adalah menentukan berapa jumlah pengorbanan tersebut. Untuk itu semua pengorbanan harus diukur dengan teliti (dikuantitatifkan): berapa kg bahan yang habis terpakai, berapa jam kerja yang telah dicurahkan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan, berapa jam mesin yang diperlukan untuk pembuatan suatu barang, dan sebagainya.
b. Pengorbanan yang perlu untuk produksi
Yang dihitung sebagai biaya hanyalah pengorbanan yang perlu saja, artinya yang tidak dapat dihindarkan. Jadi, pemborosan bahan atau waktu yang sebenarnya tidak perlu itu seharusnya tidak ikut dihitung sebagai biaya.
c. Dinilai dalam
Semua biaya produksi dinilai dalam uang. Pengeluaran yang memang harus dibayar dengan uang, seperti harga beli bahan-bahan atau gaji pegawai, sudah dengan sendirinya termasuk perhitungan biaya. Tetapi dapat tejadi bahwa ada hal-hal yang sebenrnya termasuk biaya produksi — tetapi tidak dibayar dengan uang. Misalnya, tenaga sendiri atau bahan-bahan yang diambil dari kebun sendiri. Karena tidak menyangkut pengeluaran uang, maka kerap kali juga tidak dihitung sebagai biaya. Padahal sebenarnya tenaga sendiri dan bahan-bahan itu juga harus ikut diperhitungkan sebagai biaya, meskipun tidak berupa pengeluaran uang.
Contoh lain adalah penyusutan gedung dan alat-alat produksi, yang betul-betul termasuk biaya, biar pun tidak ada satu sen pun dikeluarkan untuk itu. Biaya seperti itu, yang secara ekonomis harus dihitung sebagai biaya produksi tetapi bukan merupakan pengeluaran uang, sering juga disebut biaya implisit.
Bagaimana caranya pengorbanan atau biaya yang tidak menyangkut pengeluaran uangmmhamuadiperhituntglnan?Biaya-biaya tenanbundinilaidalamuaag,yammdiaannakan dengan harga yang umum berlaku dalam masyarakat untuk hal-hal seperti itu. Misalnya, harga pasar untuk basil kebun sendiri, untuk upah tarif yang bertaku umum, dan seterusnya. Cara ini dalam ilmu ekonomi disebut biaya alternadf (alternative cost atau opportunity cost).”
d. Menurut barna pasar yang berlaku
Kalau biaya harus dinilai dalam uang, nilai atau harga yang manakah yang harus dipakai? Di atas sudah disinggung bahwa yang dipakai adalah harga pasar yang berlaku.
Banyak orang memperhitungkan nilai bahan atau barang sama dengan harga yang dulu telah dibayar untuk membeli barang/bahan tersebut atau disebut “harga perolehan“. Tetapi berapa yang dulu dibayar untuk membeli suatu barang itu sebenarnya tidak penting lagi. Apalagi dalam masa kenaikan harga umum (inflasi). Agar suatu usaha bisa berjalan tarus (agar kontinuitas usaha terjamin), yang lebih panting adalah berapa harga yang harus dibayar sekarang kalau membeli barang yang sama lagi. Jadi yang dipakai sebagai pedoman untuk penentuan besarnya biaya dalam kalkulasi harga pokok adalah harga pasar yang berlaku sekarang (=pada saat penjualan) meskipun dahulu mungkin dibeli dengan harga yang lebih rendah atau lebih mahal.
sumber : http://artikelekonomi.com/aspek-yang-mempengaruhi-biaya-produksi.html
Pengertian Biaya
Dalam ilmu ekonomi biaya diartikan, semua pengorbanan yang perlu untuk suatu proses produksi, dinyatakan dalam uang menurut harga pasar yang berlaku. Dalam definisi ini ada empat unsur yang perlu diperhatikan:
a. Pengorbanan
Pengorbanan yang sesungguhnya adalah pemakaian faktor-faktor produksi atau sumber-sumber ekonomis bahan-bahan yang harus dipakai, waktu dan tenaga yang dicurahkan, peralatan dan mesin yang terpakai, upah karyawan yang harus dibayar, dan sebagainya.
Masalah pertama yang dihadapi oleh produsen adalah menentukan berapa jumlah pengorbanan tersebut. Untuk itu semua pengorbanan harus diukur dengan teliti (dikuantitatifkan): berapa kg bahan yang habis terpakai, berapa jam kerja yang telah dicurahkan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan, berapa jam mesin yang diperlukan untuk pembuatan suatu barang, dan sebagainya.
b. Pengorbanan yang perlu untuk produksi
Yang dihitung sebagai biaya hanyalah pengorbanan yang perlu saja, artinya yang tidak dapat dihindarkan. Jadi, pemborosan bahan atau waktu yang sebenarnya tidak perlu itu seharusnya tidak ikut dihitung sebagai biaya.
c. Dinilai dalam
Semua biaya produksi dinilai dalam uang. Pengeluaran yang memang harus dibayar dengan uang, seperti harga beli bahan-bahan atau gaji pegawai, sudah dengan sendirinya termasuk perhitungan biaya. Tetapi dapat tejadi bahwa ada hal-hal yang sebenrnya termasuk biaya produksi — tetapi tidak dibayar dengan uang. Misalnya, tenaga sendiri atau bahan-bahan yang diambil dari kebun sendiri. Karena tidak menyangkut pengeluaran uang, maka kerap kali juga tidak dihitung sebagai biaya. Padahal sebenarnya tenaga sendiri dan bahan-bahan itu juga harus ikut diperhitungkan sebagai biaya, meskipun tidak berupa pengeluaran uang.
Contoh lain adalah penyusutan gedung dan alat-alat produksi, yang betul-betul termasuk biaya, biar pun tidak ada satu sen pun dikeluarkan untuk itu. Biaya seperti itu, yang secara ekonomis harus dihitung sebagai biaya produksi tetapi bukan merupakan pengeluaran uang, sering juga disebut biaya implisit.
Bagaimana caranya pengorbanan atau biaya yang tidak menyangkut pengeluaran uangmmhamuadiperhituntglnan?Biaya-biaya tenanbundinilaidalamuaag,yammdiaannakan dengan harga yang umum berlaku dalam masyarakat untuk hal-hal seperti itu. Misalnya, harga pasar untuk basil kebun sendiri, untuk upah tarif yang bertaku umum, dan seterusnya. Cara ini dalam ilmu ekonomi disebut biaya alternadf (alternative cost atau opportunity cost).”
d. Menurut barna pasar yang berlaku
Kalau biaya harus dinilai dalam uang, nilai atau harga yang manakah yang harus dipakai? Di atas sudah disinggung bahwa yang dipakai adalah harga pasar yang berlaku.
Banyak orang memperhitungkan nilai bahan atau barang sama dengan harga yang dulu telah dibayar untuk membeli barang/bahan tersebut atau disebut “harga perolehan“. Tetapi berapa yang dulu dibayar untuk membeli suatu barang itu sebenarnya tidak penting lagi. Apalagi dalam masa kenaikan harga umum (inflasi). Agar suatu usaha bisa berjalan tarus (agar kontinuitas usaha terjamin), yang lebih panting adalah berapa harga yang harus dibayar sekarang kalau membeli barang yang sama lagi. Jadi yang dipakai sebagai pedoman untuk penentuan besarnya biaya dalam kalkulasi harga pokok adalah harga pasar yang berlaku sekarang (=pada saat penjualan) meskipun dahulu mungkin dibeli dengan harga yang lebih rendah atau lebih mahal.
sumber : http://artikelekonomi.com/aspek-yang-mempengaruhi-biaya-produksi.html
Dampak Yang Ditimbulkan Oleh Inflasi
Inflasi tidak selalu berdampak buruk bagi perekonomian. Inflasi yang terkendali justru dapat meningkatkan kegiatan perekonomian. Berikut ini adalah akibat-akibat yang ditimbulkan Inflasi terhadap kegiatan ekonomi masyarakat.
a. Dampak Inflasi terhadap Pendapatan
Inflasi dapat mengubah pendapatan masyarakat. Perubahan dapat bersifat menguntungkan atau merugikan. Pada beberapa kondisi (kondisi infasi lunak), inflasi dapat mendorong parkembangen ekonomi. Inflasi dapat mendorong para pengusaha memperluas produksinya. Dengan demikian, akan tumbuh kesempatan kerja baru sekaligus bertambahnya pendapatan seseorang. Namun, bagi masyarakat yang berpenghasilan tetap Inflasi akan menyebabkm mereka rugi karena penghasilan yang tetap itu jika ditukarkan dengan barang dan jasa akan semakin sedikit. Untuk lebih jelasnya, perhatikan ilustrasi berikut! Sebelum infiasi, orang yang menerima penghasilan Rp 100.000 dapat membeli 100 kg beras seharga Rp 1000,00 per kg. Karna inflasi, maka harga beras yang semula naik, menjadi Rp 1.250,00 per kg. Oleh karena nilai beli uang Rp 100.000,00 jika ditukarkan dengan beras kini hanya menjadi 80 kg. Dari ilustrasi tersebut, diketahui ada penurunan nilai tukar sebesar 20 kg (100 kg — 80 kg). Sebaliknya, orang yang berutang akan beruntung. Anggaplah seorang petani mempunyai utang Rp100.000,00. Sebelum Inflasi, petani itu harus menjual beras 100 kg untuk membayar utangnya. Tetapi setelah inflasi harga beras menjadi Rp 1.250,00 per kg, sehingga petani tersebut cukup menjual 80 kg untuk membayar utangnnya sebesar Rp 100.000,00.
2. Dampak Inflasi terhadap Ekspor
Pada keadaan Inflasi, daya saing untuk barang ekspor berkurang. Berkurangnya daya saing terjadi karena harga barang ekspor makin mahal. Masi dapat menyulitkan para eksportir dan negara. Negara mengalami kerugian karena daya saing barang ekspor berkurang, yang mengakibatkan jumlah penjualan berkurang. Devisa yang diperoleh juga semakin kecil.
3.Dampak Inflasi terhadap Minat Orang untuk Menabung
Pada masa inflasi, pendapatan rill para penabung berkurang karena jumlah bunga yang diterima pada kenyataannya berkurang karena laju Inflasi. Misalnya, bulan Januari tahun 2006 seseorang menyetor uangnya ke bank dalam bentuk deposit dalam satu tahun. Deposito tersebut menghasilkan bunga sebesar, misalnya, 15% per tahun. Apabila tingkat Inflasi sepanjang Januari 0006 — Januari 2007 cukup tinggi, katakanlah 11%, maka pendapatan dari uang yang didepositokan tinggal 4%. Minat orang untuk membung akan berkurang.
sumber : http://artikelekonomi.com/dampak-yang-ditimbulkan-oleh-inflasi.html
a. Dampak Inflasi terhadap Pendapatan
Inflasi dapat mengubah pendapatan masyarakat. Perubahan dapat bersifat menguntungkan atau merugikan. Pada beberapa kondisi (kondisi infasi lunak), inflasi dapat mendorong parkembangen ekonomi. Inflasi dapat mendorong para pengusaha memperluas produksinya. Dengan demikian, akan tumbuh kesempatan kerja baru sekaligus bertambahnya pendapatan seseorang. Namun, bagi masyarakat yang berpenghasilan tetap Inflasi akan menyebabkm mereka rugi karena penghasilan yang tetap itu jika ditukarkan dengan barang dan jasa akan semakin sedikit. Untuk lebih jelasnya, perhatikan ilustrasi berikut! Sebelum infiasi, orang yang menerima penghasilan Rp 100.000 dapat membeli 100 kg beras seharga Rp 1000,00 per kg. Karna inflasi, maka harga beras yang semula naik, menjadi Rp 1.250,00 per kg. Oleh karena nilai beli uang Rp 100.000,00 jika ditukarkan dengan beras kini hanya menjadi 80 kg. Dari ilustrasi tersebut, diketahui ada penurunan nilai tukar sebesar 20 kg (100 kg — 80 kg). Sebaliknya, orang yang berutang akan beruntung. Anggaplah seorang petani mempunyai utang Rp100.000,00. Sebelum Inflasi, petani itu harus menjual beras 100 kg untuk membayar utangnya. Tetapi setelah inflasi harga beras menjadi Rp 1.250,00 per kg, sehingga petani tersebut cukup menjual 80 kg untuk membayar utangnnya sebesar Rp 100.000,00.
2. Dampak Inflasi terhadap Ekspor
Pada keadaan Inflasi, daya saing untuk barang ekspor berkurang. Berkurangnya daya saing terjadi karena harga barang ekspor makin mahal. Masi dapat menyulitkan para eksportir dan negara. Negara mengalami kerugian karena daya saing barang ekspor berkurang, yang mengakibatkan jumlah penjualan berkurang. Devisa yang diperoleh juga semakin kecil.
3.Dampak Inflasi terhadap Minat Orang untuk Menabung
Pada masa inflasi, pendapatan rill para penabung berkurang karena jumlah bunga yang diterima pada kenyataannya berkurang karena laju Inflasi. Misalnya, bulan Januari tahun 2006 seseorang menyetor uangnya ke bank dalam bentuk deposit dalam satu tahun. Deposito tersebut menghasilkan bunga sebesar, misalnya, 15% per tahun. Apabila tingkat Inflasi sepanjang Januari 0006 — Januari 2007 cukup tinggi, katakanlah 11%, maka pendapatan dari uang yang didepositokan tinggal 4%. Minat orang untuk membung akan berkurang.
sumber : http://artikelekonomi.com/dampak-yang-ditimbulkan-oleh-inflasi.html
Perbedaan Ekonomi Mikro Dan Ekonomi Makro
Sebagaimana juga berlaku dalam bidang ilmu lainnya, teori ekonomi mikro didasarkan pada asumsi-asumsi tertentu, dianggap valid dan berguna jika sukses dalam menjelaskan dan memperkirakan fenomena yang menjadi perhatian. Mengingat asumsi yang mendasarinya belum tentu realistis sempurna maka ‘teori yang baikpun’ tidak dapat menjelaskan data observasi dengan sempurna, sehingga ketidak-sempurnaan teori merupakan ‘norma’.
Perbedaan mendasar antara ilmu ekonomi mikro dan ilmu ekonomi makro
Ilmu ekonomi mikro menganalisis bagian-bagian yang dilakukan oleh unit-unit kecil dari keseluruhan kegiatan perekonomian. Berbagai aspek yang diulas dalam teori ekonomi mikro telah dipaparkan di bagian sebelumnya. Dalam hal ini pada umumnya pendekatan mikro terkait dengan keputusan-keputusan yang diambil oleh para pelaku ekonomi dengan mengacu pada signal harga pasar. Pemahaman konsep-konsep ekonomi mikro dan aplikasinya dalam ekonomi dan bisnis memungkinkan para pelaku ekonomi untuk membuat keputusan yang optimal.
Sebaliknya ilmu ekonomi makro merupakan analisis atas keseluruhan kegiatan perekonomian yang bersifat global dan tidak memperhatikan kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh unit-unit kecil dalam perekonomian. Dalam ekonomi makro, analisis dijaknkan terhadap keseluruhan produsen dan konsumen dalam perekonomian. Teori ekonomi makro menerangkan aspekaspek seperti penentuan tingkat perekonomian negara yang berkaitan dengan sampai di mana suatu perekonomian akan menghasilkan barang dan jasa.
Tingkat kegiatan perekonomian ditentukan oleh pengeluaran agregat dalam perekonomian yang terdiri dari 4 komponen yaitu:
1. Untuk mengatasi masalah-masalah pokok ekonomi makro yang selalu timbul seperti halnya masalah pengangguran, masalah kenaikan harga-harga dan masalah penciptaan pertumbuhan ekonomi yang memuaskan.
2. Untuk menjamin agar faktor-faktor produksi digunakan dan dialokasikan keberbagai kegiatan ekonomi secara efisien.
3. Untuk memperbaiki keadaan distribusi pendapatan yang tidak merata, yang selalu tercipta dalam masyarakat yang kegiatan perekonomiannya terutama diatur oleh sistem pasar bebas.
sumber :http://artikelekonomi.com/perbedaan-ekonomi-mikro-dan-ekonomi-makro.html
Perbedaan mendasar antara ilmu ekonomi mikro dan ilmu ekonomi makro
Ilmu ekonomi mikro menganalisis bagian-bagian yang dilakukan oleh unit-unit kecil dari keseluruhan kegiatan perekonomian. Berbagai aspek yang diulas dalam teori ekonomi mikro telah dipaparkan di bagian sebelumnya. Dalam hal ini pada umumnya pendekatan mikro terkait dengan keputusan-keputusan yang diambil oleh para pelaku ekonomi dengan mengacu pada signal harga pasar. Pemahaman konsep-konsep ekonomi mikro dan aplikasinya dalam ekonomi dan bisnis memungkinkan para pelaku ekonomi untuk membuat keputusan yang optimal.
Sebaliknya ilmu ekonomi makro merupakan analisis atas keseluruhan kegiatan perekonomian yang bersifat global dan tidak memperhatikan kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh unit-unit kecil dalam perekonomian. Dalam ekonomi makro, analisis dijaknkan terhadap keseluruhan produsen dan konsumen dalam perekonomian. Teori ekonomi makro menerangkan aspekaspek seperti penentuan tingkat perekonomian negara yang berkaitan dengan sampai di mana suatu perekonomian akan menghasilkan barang dan jasa.
Tingkat kegiatan perekonomian ditentukan oleh pengeluaran agregat dalam perekonomian yang terdiri dari 4 komponen yaitu:
- pengeluaran rumah tangga (konsumen rumah tangga)
- pengeluaran pemerintah
- pengeluaran perusahaan-perusahaan (investasi)
- ekspor – import
1. Untuk mengatasi masalah-masalah pokok ekonomi makro yang selalu timbul seperti halnya masalah pengangguran, masalah kenaikan harga-harga dan masalah penciptaan pertumbuhan ekonomi yang memuaskan.
2. Untuk menjamin agar faktor-faktor produksi digunakan dan dialokasikan keberbagai kegiatan ekonomi secara efisien.
3. Untuk memperbaiki keadaan distribusi pendapatan yang tidak merata, yang selalu tercipta dalam masyarakat yang kegiatan perekonomiannya terutama diatur oleh sistem pasar bebas.
sumber :http://artikelekonomi.com/perbedaan-ekonomi-mikro-dan-ekonomi-makro.html
PENGERTIAN PERTUMBUHAN EKONOMI
Menurut Sadono Sukirno (1996: 33),pertumbuhan dan pembangunan ekonomi memiliki definisi yang berbeda, yaitu pertumbuhan ekonomi ialah proses kenaikan output perkapita yang terus menerus dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi tersebut merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan. Dengan demikian makin tingginya pertumbuhan ekonomi biasanya makin tinggi pula kesejahteraan masyarakat, meskipun terdapat indikator yang lain yaitu distribusi pendapatan. Sedangkan pembangunan ekonomi ialah usaha meningkatkan pendapatan perkapita dengan jalan mengolah kekuatan ekonomi potensial menjadi ekonomi riil melalui penanaman modal, penggunaan teknologi, penambahan pengetahuan, peningkatan ketrampilan, penambahan kemampuan berorganisasi dan manajemen. Pembangunan ekonomi didefinisikan dalam beberapa pengertian dengan menggunakan bahasa berbeda oleh para ahli, namun maksunya tetap sama. Menurut Adam Smith pembangunan ekonomi merupakan proses perpaduan antara pertumbuhan penduduk dan kemajuan teknologi (Suryana, 2000:55). Todaro (dalam Lepi T. Tarmidi, 1992:11) mengartikan pembangunan sebagai suatu proses multidimensional yang menyangkut perubahan-perubahan besar dalam struktur sosial, sikap masyarakat, kelembagaan nasional maupun percepatan pertumbuhan ekonomi, pengurangan ketidakmerataan dan penghapusan dari kemiskinan mutlak. Pembangunan ekonomi menurut Irawan (2002: 5) adalah usaha-usaha untuk meningkatkan taraf hidup suatu bangsa yang seringkali diukur dengan tinggi rendahnya pendapatan riil perkapita. Prof. Meier (dalam Adisasmita, 2005: 205) mendefinisikan pembangunan ekonomi sebagai proses kenaikan pendapatan riil perkapita dalam suatu jangka waktu yang panjang. Sadono Sukirno (1985:13) mendefinisikan pembangunan ekonomi sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang. Definisi tersebut mengandung pengertian bahwa pembangunan ekonomi merupakan suatu perubahan yang terjadi secara terus-menerus melalui serangkaian kombinasi proses demi mencapai sesuatu yang lebih baik yaitu adanya peningkatan pendapatan perkapita yang terus menerus berlangsung dalam jangka panjang. Menurut Schumpeter (dalam Suryana, 2000:5), pembangunan ekonomi bukan merupakan proses yang harmonis atau gradual, tetapi merupakan perubahan yang spontan dan tidak terputus-putus. Pembangunan ekonomi disebabkan oleh perubahan terutama dalam lapangan industri dan perdagangan. Pembangunan ekonomi berkaitan dengan pendapatan perkapita dan pendapatan nasional. Pendapatan perkapita yaitu pendapatan rata-rata penduduk suatu daerah sedangkan pendapatan nasional merupakan nilai produksi barang-barang dan jasa-jasa yang diciptakan dalam suatu perekonomian di dalam masa satu tahun. Pertambahan pendapatan nasional dan pendapatan perkapita dari masa ke masa dapat digunakan untuk mengetahui laju pertumbuhan ekonomi dan juga perkembangan tingkat kesejahteraan masyarakat suatu daerah. Dalam pengertian pembangunan ekonomi yang dijadikan pedoman adalah sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang. Sementara itu pertumbuhan ekonomi menurut Prof. Simon Kuznets (dalam Jhingan, 2000: 57), adalah kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakin banyak jenis barang-barang ekonomi kepada penduduknya. Kemampuan ini tumbuh sesuai dengan kemajuan teknologi, dan penyesuaian kelembagaan dan idiologis yang diperlukannya. Definisi ini mempunyai 3 (tiga) komponen: pertama, pertumbuhan ekonomi suatu bangsa terlihat dari meningkatnya secara terus-menerus persediaan barang; kedua, teknologi maju merupakan faktor dalam pertumbuhan ekonomi yang menentukan derajat pertumbuhan kemampuan dalam penyediaan aneka macam barang kepada penduduk; ketiga, penggunaan teknologi secara luas dan efisien memerlukan adanya penyesuaian di bidang kelembagaan dan ideologi sehingga inovasi yang dihasilkan oleh ilmu pengetahuan umat manusia dapat dimanfaatkan secara tepat. Dengan bahasa lain, Boediono (1999:8) menyebutkan pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output dalam jangka panjang. Pengertian tersebut mencakup tiga aspek, yaitu proses, output perkapita, dan jangka panjang. Jadi, dengan bukan bermaksud ‘menggurui’, pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses, bukan gambaran ekonomi atau hasil pada saat itu. Boediono (1999:1-2) menyebutkan secara lebih lanjut bahwa Pertumbuhan ekonomi juga berkaitan dengan kenaikan ”output perkapita”. Dalam pengertian ini teori tersebut harus mencakup teori mengenai pertumbuhan GDP dan teori mengenai pertumbuhan penduduk. Sebab hanya apabila kedua aspek tersebut dijelaskan, maka perkembangan output perkapita bisa dijelaskan. Kemudian aspek yang ketiga adalah pertumbuhan ekonomi dalam perspektif jangka panjang, yaitu apabila selama jangka waktu yang cukup panjang tersebut output perkapita menunjukkan kecenderungan yang meningkat
sumber :http://elasq.wordpress.com/2010/08/03/pengertian-pertumbuhan-ekonomi-menurut/
sumber :http://elasq.wordpress.com/2010/08/03/pengertian-pertumbuhan-ekonomi-menurut/
Tujuan Pembangunan Ekonomi Indonesia
Tujuan pembangunan ekonomi jangka pendek yang berhubungan dengan tujuan pembanguinan nasional adalah untuk meningkatkan taraf hidup,kecerdasan,kesejahteraan masyarakat yang semakin adil dan merata serta meletakkan landasan yang kuat untuk pembangunan berikutnya.
Tujuan pembangunan ekonomi jangka panjang adalah mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata material dan spiritual berdasarkan Pancasila di dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka,bersatu berkedaulatan rakyat dalam suasana perikehidupan bangsa yang aman,tenteram,tertib,dan dinamis dalam lingkungan pergaulan dunia yang merdeka,bersahabat,tertib,dan damai.Pada tahap awal pembangunan dititikberatkan pada bidang ekonomi dengan harapan akan berpengaruh pada bidang lain
Tujuan pembangunan ekonomi jangka panjang adalah mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata material dan spiritual berdasarkan Pancasila di dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka,bersatu berkedaulatan rakyat dalam suasana perikehidupan bangsa yang aman,tenteram,tertib,dan dinamis dalam lingkungan pergaulan dunia yang merdeka,bersahabat,tertib,dan damai.Pada tahap awal pembangunan dititikberatkan pada bidang ekonomi dengan harapan akan berpengaruh pada bidang lain
Pembangunan ekonomi
Pembangunan ekonomi adalah suatu proses kenaikan pendapatan total dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan penduduk dan disertai dengan perubahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu negara dan pemerataan pendapatan bagi penduduk suatu negara.
Pembangunan ekonomi tak dapat lepas dari pertumbuhan ekonomi (economic growth); pembangunan ekonomi mendorong pertumbuhan ekonomi, dan sebaliknya, pertumbuhan ekonomi memperlancar proses pembangunan ekonomi.
Yang dimaksud dengan pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan kapasitas produksi suatu perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional[1]. Suatu negara dikatakan mengalami pertumbuhan ekonomi apabila terjadi peningkatan GNP riil di negara tersebut. Adanya pertumbuhan ekonomi merupakan indikasi keberhasilan pembangunan ekonomi.
Perbedaan antara keduanya adalah pertumbuhan ekonomi keberhasilannya lebih bersifat kuantitatif, yaitu adanya kenaikan dalam standar pendapatan dan tingkat output produksi yang dihasilkan, sedangkan pembangunan ekonomi lebih bersifat kualitatif, bukan hanya pertambahan produksi, tetapi juga terdapat perubahan-perubahan dalam struktur produksi dan alokasi input pada berbagai sektor perekonomian seperti dalam lembaga, pengetahuan, sosial dan teknik.
Faktor ekonomi yang memengaruhi pertumbuhan dan pembangunan ekonomi diantaranya adalah sumber daya alam, sumber daya manusia, sumber daya modal, dan keahlian atau kewirausahaan.
Sumber daya alam, yang meliputi tanah dan kekayaan alam seperti kesuburan tanah, keadaan iklim/cuaca, hasil hutan, tambang, dan hasil laut, sangat memengaruhi pertumbuhan industri suatu negara, terutama dalam hal penyediaan bahan baku produksi. Sementara itu, keahlian dan kewirausahaan dibutuhkan untuk mengolah bahan mentah dari alam, menjadi sesuatu yang memiliki nilai lebih tinggi (disebut juga sebagai proses produksi).
Sumber daya manusia juga menentukan keberhasilan pembangunan nasional melalui jumlah dan kualitas penduduk. Jumlah penduduk yang besar merupakan pasar potensial untuk memasarkan hasil-hasil produksi, sementara kualitas penduduk menentukan seberapa besar produktivitas yang ada.
Sementara itu, sumber daya modal dibutuhkan manusia untuk mengolah bahan mentah tersebut. Pembentukan modal dan investasi ditujukan untuk menggali dan mengolah kekayaan. Sumber daya modal berupa barang-barang modal sangat penting bagi perkembangan dan kelancaran pembangunan ekonomi karena barang-barang modal juga dapat meningkatkan produktivitas.
Faktor nonekonomi mencakup kondisi sosial kultur yang ada di masyarakat, keadaan politik, kelembagaan, dan sistem yang berkembang dan berlaku.
sumebr : http://id.wikipedia.org/wiki/Pembangunan_ekonomi
Pembangunan ekonomi tak dapat lepas dari pertumbuhan ekonomi (economic growth); pembangunan ekonomi mendorong pertumbuhan ekonomi, dan sebaliknya, pertumbuhan ekonomi memperlancar proses pembangunan ekonomi.
Perbedaan antara keduanya adalah pertumbuhan ekonomi keberhasilannya lebih bersifat kuantitatif, yaitu adanya kenaikan dalam standar pendapatan dan tingkat output produksi yang dihasilkan, sedangkan pembangunan ekonomi lebih bersifat kualitatif, bukan hanya pertambahan produksi, tetapi juga terdapat perubahan-perubahan dalam struktur produksi dan alokasi input pada berbagai sektor perekonomian seperti dalam lembaga, pengetahuan, sosial dan teknik.
Faktor
Ada beberapa faktor yang memengaruhi pertumbuhan dan pembangunan ekonomi, namun pada hakikatnya faktor-faktor tersebut dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu faktor ekonomi dan faktor nonekonomi.Faktor ekonomi yang memengaruhi pertumbuhan dan pembangunan ekonomi diantaranya adalah sumber daya alam, sumber daya manusia, sumber daya modal, dan keahlian atau kewirausahaan.
Sumber daya alam, yang meliputi tanah dan kekayaan alam seperti kesuburan tanah, keadaan iklim/cuaca, hasil hutan, tambang, dan hasil laut, sangat memengaruhi pertumbuhan industri suatu negara, terutama dalam hal penyediaan bahan baku produksi. Sementara itu, keahlian dan kewirausahaan dibutuhkan untuk mengolah bahan mentah dari alam, menjadi sesuatu yang memiliki nilai lebih tinggi (disebut juga sebagai proses produksi).
Sumber daya manusia juga menentukan keberhasilan pembangunan nasional melalui jumlah dan kualitas penduduk. Jumlah penduduk yang besar merupakan pasar potensial untuk memasarkan hasil-hasil produksi, sementara kualitas penduduk menentukan seberapa besar produktivitas yang ada.
Sementara itu, sumber daya modal dibutuhkan manusia untuk mengolah bahan mentah tersebut. Pembentukan modal dan investasi ditujukan untuk menggali dan mengolah kekayaan. Sumber daya modal berupa barang-barang modal sangat penting bagi perkembangan dan kelancaran pembangunan ekonomi karena barang-barang modal juga dapat meningkatkan produktivitas.
Faktor nonekonomi mencakup kondisi sosial kultur yang ada di masyarakat, keadaan politik, kelembagaan, dan sistem yang berkembang dan berlaku.
sumebr : http://id.wikipedia.org/wiki/Pembangunan_ekonomi
Mengkaji Dampak Kemiskinan terhadap Pertumbuhan Ekonomi: Kasus di Indonesia
Pengentasan kemiskinan telah menjadi tujuan pembangunan yang fundamental sehingga menjadi sebuah alat ukur untuk menilai efektivitas berbagai jenis program pembangunan. Pertumbuhan ekonomi dapat menjadi instrumen yang sangat berpengaruh dalam penurunan kemiskinan pendapatan (income poverty), sehingga dibutuhkan cara-cara yang tepat dalam mengkaji dampak kemiskinan terhadap pertumbuhan. Tujuan dari seminar ini adalah untuk mengajukan program baru bagi pemberantasan kemiskinan dan membahas aplikasinya pada kasus Indonesia tahun 90-an. Pendekatan awal yang digunakan memasukkan konsep elastisitas ke dalam metode evaluasi dampak sosial untuk mengkaji perbedaan pada kesejahteraan individu dan sosial yang merupakan hasil dari proses pertumbuhan ekonomi. Aplikasinya pada kasus Indonesia menunjukkan bahwa keberhasilan yang dicapai dalam pengentasan kemiskinan pada periode 1993-2002 ternyata masih jauh di bawah angka yang mungkin dapat dicapai jika menggunakan distributional neutrality. Kesimpulan ini meyakini pilihan akan standar kemiskinan diantara anggota kelas yang dapat dipisahkan. Pada periode 1999-2002 kami juga menemukan bahwa terdapat sejumlah kaum miskin yang berhasil mendapatkan keuntungan dari adanya pertumbuhan ekonomi yang terjadi pada periode tersebut, tapi tidak sebanding dengan kerugian yang dialami oleh sisanya. Terakhir, pergerakan dari komponen pembelanjaan pada periode yang sama menunjukkan bahwa lemahnya tingkat keberhasilan terutama disebabkan adanya perubahan pada pembelanjaan pangan.
sumber : http://web.worldbank.org/WBSITE/EXTERNAL/COUNTRIES/EASTASIAPACIFICEXT/INDONESIAINBAHASAEXTN/0,,contentMDK:21223407~menuPK:51350156~pagePK:64027988~piPK:64027986~theSitePK:447244,00.html
sumber : http://web.worldbank.org/WBSITE/EXTERNAL/COUNTRIES/EASTASIAPACIFICEXT/INDONESIAINBAHASAEXTN/0,,contentMDK:21223407~menuPK:51350156~pagePK:64027988~piPK:64027986~theSitePK:447244,00.html
Kasus Century Berdampak Pada Pertumbuhan Ekonomi 2010
Jakarta (ANTARA News) - Pengamat perbankan dari Universitas Gajahmada Yogyakarta A. Tony Prasetyantono mengatakan penyelesaian kasus Bank Century yang sedang ditangani panitia angket di DPR di berdampak signifikan pada pertumbuhan ekonomi Indonesia 2010.
"Jika kasus Bank Century berakhir `happy ending` dan politik dalam negeri tetap stabil maka target pertumbuhan ekonomi tahun 2010 sebesar lima persen bisa terealisasi," kata Tony Prasetyantono pada workshop "Kontroversi Bank Century" di Jakarta, Senin.
Dijelaskannya, jika politik dalam negeri tetap stabil maka kepercayaan dunia internasional kepada Indonesia tetap tinggi, sehingga aliran "capital inflow" ke Indonesia tetap tinggi.
"Capital inflow" ini kata dia berdampak positif yakni meningkatkan cadangan devisa dan menguatkan nilai tukar rupiah terhadap dolar.
"Kondisi ini akan menggairahkan pasar Indonesia sehingga target pertumbuhan ekonomi Indonesia lima persen bisa tercapai," kata Tim Ekonomi Bank BNI ini.
Dikatakannya, sebaliknya jika kasus Bank Century berakhir tidak "happy ending" akan berdampak pada stabilitas politik dan ekonomi di tanah air, sehingga target pertumbuhan ekonomi Indonesia juga tidak akan terealisasi.
Tony mencontohkan, kasus Bank Century yang berakhir tidak "happy ending" jika mantan Gubernur Bank Indonesia Boediono dan Menteri Keuangan Sri Mulyani dipaksa nonaktif atau mundur dari jabatannnya.
Mundurnya dua pejabat negara tersebut, kata dia, akan berdampak negatif yakni pasar akan merespon negatif, karena kondisi yang terjadi diluar "ekspektasi" pasar.
"Dampaknya terjadi `capital outflow`, nilai tukar rupiah melemah, indeks harga saham gabungan (IHSG) merosot, dan cadangan devisa juga menurun," katanya.
Menurut dia, kasus Bank Century yang sedang menjadi persoalan nasional saat ini juga menunda masuknya investasi asing ke Indonesia.
Tony membandingkan kasus Bank Century ini dengan situasi politik di Thailand dimana sebagian masyarkat menginginkan mantan Perdana Menteri negara tersebut Thaksin Shinawatra mundur dari jabatannya dan sebagian masyarakat lainnya berusaha mempertahankannya.
"Konflik politik itu itu menyebabkan investor asing menunda rencananya investasinya di Thailand," katanya.
Tony mengingatkan Panitia Angket Kasus Bank Century untuk melakukan langkah tepat dalam membuat keputusan kasus Bank Century dengan pertimbangan komprehensif.(*)
sumber : http://www.antaranews.com/berita/1261390910/kasus-century-...-pertumbuhan-ekonomi-2010
"Jika kasus Bank Century berakhir `happy ending` dan politik dalam negeri tetap stabil maka target pertumbuhan ekonomi tahun 2010 sebesar lima persen bisa terealisasi," kata Tony Prasetyantono pada workshop "Kontroversi Bank Century" di Jakarta, Senin.
Dijelaskannya, jika politik dalam negeri tetap stabil maka kepercayaan dunia internasional kepada Indonesia tetap tinggi, sehingga aliran "capital inflow" ke Indonesia tetap tinggi.
"Capital inflow" ini kata dia berdampak positif yakni meningkatkan cadangan devisa dan menguatkan nilai tukar rupiah terhadap dolar.
"Kondisi ini akan menggairahkan pasar Indonesia sehingga target pertumbuhan ekonomi Indonesia lima persen bisa tercapai," kata Tim Ekonomi Bank BNI ini.
Dikatakannya, sebaliknya jika kasus Bank Century berakhir tidak "happy ending" akan berdampak pada stabilitas politik dan ekonomi di tanah air, sehingga target pertumbuhan ekonomi Indonesia juga tidak akan terealisasi.
Tony mencontohkan, kasus Bank Century yang berakhir tidak "happy ending" jika mantan Gubernur Bank Indonesia Boediono dan Menteri Keuangan Sri Mulyani dipaksa nonaktif atau mundur dari jabatannnya.
Mundurnya dua pejabat negara tersebut, kata dia, akan berdampak negatif yakni pasar akan merespon negatif, karena kondisi yang terjadi diluar "ekspektasi" pasar.
"Dampaknya terjadi `capital outflow`, nilai tukar rupiah melemah, indeks harga saham gabungan (IHSG) merosot, dan cadangan devisa juga menurun," katanya.
Menurut dia, kasus Bank Century yang sedang menjadi persoalan nasional saat ini juga menunda masuknya investasi asing ke Indonesia.
Tony membandingkan kasus Bank Century ini dengan situasi politik di Thailand dimana sebagian masyarkat menginginkan mantan Perdana Menteri negara tersebut Thaksin Shinawatra mundur dari jabatannya dan sebagian masyarakat lainnya berusaha mempertahankannya.
"Konflik politik itu itu menyebabkan investor asing menunda rencananya investasinya di Thailand," katanya.
Tony mengingatkan Panitia Angket Kasus Bank Century untuk melakukan langkah tepat dalam membuat keputusan kasus Bank Century dengan pertimbangan komprehensif.(*)
sumber : http://www.antaranews.com/berita/1261390910/kasus-century-...-pertumbuhan-ekonomi-2010
Minggu, 29 Mei 2011
MASALAH EKONOMI di INDONESIA : disorientasi penegakan hukum
Pembentukan Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan Mafia Hukum oleh Presiden SBY merupakan langkah berani dan sekaligus menyiratkan pengakuan keberadaan organisasi mafia hukum dalam praktik sistem peradilan pidana selama 65 tahun kemerdekaan Indonesia.
Mafia hukum di Indonesia identik dengan the web of the underworld government yang memiliki kekuatan destruktif terhadap ketahanan negara dan kewibawaan pemerintah, termasuk lembaga penegak hukumnya. Pertaruhan nasionalisme dan keteguhan dalam pemberantasan mafia hukum sedang dalam ujian di mata masyarakat dalam negeri dan luar negeri. Namun, pembentukan Satgas Pemberantasan Mafia Hukum bukanlah solusi yang tepat untuk mencegah dan mengatasi keberadaan mafia hukum.Yang tepat seharusnya memperkuat keberadaan KPK serta koordinasi dan sinkronisasi antara KPK,Polri,dan Kejaksaan.
Status hukum Satgas dan lembaga penegak hukum yang ada tidak sepadan sehingga tampak keberadaan satgas berada “di luar” sistem peradilan pidana. Misi Presiden untuk memberantas mafia sulit dapat dijalankan dengan status hukum Satgas seperti itu. Selain itu, Instruksi Presiden tentang target pencapaian dan indikator keberhasilan pemberantasan korupsi oleh Polri dan kejaksaan kurang tepat. Karena target pencapaian dan indikator keberhasilan tersebut sejatinya merupakan salah satu indikator penyediaan anggaran operasional kepolisian dan kejaksaan. Namun, dalam praktik, parameter (tolok ukur) keberhasilan tersebut dijadikan alasan Polri dan kejaksaan untuk tujuan pencapaian kuantitas daripada pencapaian kualitas penanganan perkara korupsi.Tujuan pencapaian terakhir conditio sine qua non dari tujuan pencapaian kuantitas.
ARAH
Saat ini, arah, tujuan dan misi penegakan hukum dalam pemberantasan korupsi tidak jelas lagi. Hanya pertimbangan dua tujuan yang tidak seimbang juga karena pengembalian kerugian (keuangan) negara tidak berhasil secara signifikan dibandingkan dengan anggaran APBN yang telah dikeluarkan untuk ketiga lembaga penegak hukum tersebut. Di sisi lain,tujuan penghukuman untuk menjerakan pelaku juga tidak maksimal dicapai karena selain diskresi perlakuan yang diperbolehkan Undang-Undang Pemasyarakatan, juga diskresi menurut KUHAP sejak penyidikan sampai penuntutan. Ini berekses diskriminatif terutama bagi pelaku yang tidak memiliki kekuatan politik dan kekuatan uang.
Contoh, pemberian remisi dan bebas bersyarat; SP 3 dan SKPP. Perbedaan perlakuan tersebut telah berdampak negatif terhadap masalah perlindungan hukum dan kepastian hukum baik untuk kepentingan negara maupun untuk kepentingan mereka yang disebut “koruptor”. Wacana kebencian terhadap koruptor akhir-akhir ini telah menyimpang jauh dari norma-norma internasional yang diakui dalam pemberantasan korupsi seperti Konvensi PBB Anti-Korupsi Tahun 2003 karena konvensi tersebut tidak menghubungkan pemberantasan korupsi dengan agama.Wacana tidak menyalatkan jenazah koruptor merupakan contoh daripada hal tersebut dan tidak pernah muncul di negara-negara Islam sekalipun.
Kekeliruan pandangan mengenai kepantasan hukuman mati bagi koruptor terletak bukan hanya karena hak hidup manusia adalah milik Allah SWT,melainkan bagaimana hak hidup seseorang dicabut di dalam praktik penegakan hukum yang kini terjadi secara koruptif. Dalam kondisi ini,perlu diingat pendapat para ahli hukum pidana negara maju, ”Lebih baik melepaskan 100 orang yang bersalah daripada menghukum satu orang yang tidak bersalah.”Kebenaran materiil dalam praktik koruptif penegakan hukum sangat tergantung dari pemilik kekuasaan belaka, bukan pada prinsip-prinsip hukum yang berlaku dan berdasarkan sila Ketuhanan Yang Maha Esa dan Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab.
DISORIENTASI
Saat ini praktik penegakan hukum sedang mengalami disorientasi kinerja dari amanah yang diperintahkan di dalam UUD 1945 dan perubahannya. Disorientasi pertama, polisi, jaksa dan hakim saat ini tampak kehilangan jati diri karena keberadaan lembaga pengawas eksternal seperti Komisi Yudisial, Komisi Kejaksaan dan Komisi Kepolisian. Selain belum efektif juga tampak ada keinginan kuat untuk memasuki terlalu jauh pekerjaan lembaga penegak hukum tersebut yang bertentangan dengan UU.
Kekuatan kritik sosial dan pers bebas sering menimbulkan kegamangan penegak hukum dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya secara benar menurut UU yang berlaku. Disorientasi kedua, tidak jelas lagi batas-batas sistem pengendalian internal dan eksternal dalam penegakan hukum. Yang terjadi “kontrol internal” dilakukan oleh masyarakat sipil, seharusnya oleh lembaga pengawas internal (irjen dll); dan “kontrol eksternal” dilakukan oleh “orang dalam” lembaga penegak hukum itu sendiri.Di sini tidak jelas lagi siapa mengawasi siapa.
Lebih tidak jelas lagi kepada siapa semua fungsi kontrol tersebut harus dipertanggungjawabkan, kepada DPR RI sebagai lembaga pengawas kinerja pemerintah (eksekutif) atau kepada rakyat Indonesia, atau masyarakat sipil di mana saja dan kapan saja dikehendaki rakyat Indonesia itu atau hanya kepada seorang presiden saja. Disorientasi ketiga,kepakaran yang “dimonopoli” oleh kalangan akademisi dalam menyikapi masalah penegakan hukum.Yang terjadi saat ini telah tumbuh berkembang, tidak jelas lagi bedanya antara seorang “pekerja intelek” dan seorang “intelektual”.
Hal ini sebagaimana pernah dilontarkan oleh Widjojo Nitisastro yang mengutip pendapat Baran. Widjojo menerangkan bahwa, seorang “pekerja intelek”,dia cuma “jual otaknya” dan tidak peduli untuk apa hasil otaknya itu dipakai”; sebaliknya, seorang “intelektual” mempunyai sikap jiwa yang berlainan: pada asasnya seorang intelektual adalah seorang pengkritik masyarakat... dia menjadi “hati nurani masyarakat” dan juru bicara kekuatan progresif; mau tidak mau dia dianggap “pengacau”dan menjengkelkan oleh kelas yang berkuasa yang mencoba mempertahankan yang ada.Pernyataan Widjojo cocok di era Reformasi saat ini. Disorientasi keempat, penegakan hukum saat ini khususnya yang berkaitan dengan pelaku ekonomi tidak mendukung/memperkuat sistem ekonomi nasional melainkan bahkan “meruntuhkan” efisiensi dan efektivitas serta produktivitas para pelaku ekonomi.
Bahkan menjauhkan investasi domestik dan asing untuk memperkuat ekonomi nasional.Ada banyak sebab dan di antaranya adalah ekses negatif “pemerasan”dan “pemaksaan”yang mendatangkan keuntungan finansial oleh oknum penegak hukum lebih besar ketimbang proses peradilan yang berjalan jujur,adil dan bermanfaat bagi bangsa dan negara. Penyebab yang pasti dari kondisi ini adalah ideologi globalisasi telah mendorong kehidupan bangsa yang bersifat hedonistis mempertuhankan kebendaan belaka; jauh dari kesejahteraan batiniah bagi masyarakatnya.Pola kehidupan sosial budaya dan ekonomi sesaat telah “menjerumuskan” anak bangsa ini ke dalam kehidupan yang digambarkan oleh Hobbes, “manusia itu seperti serigala terhadap sesamanya” (homo homini lupus bellum omnium contra omnes).
Pernyataan Hobbes ini kini berlaku dalam praktik penegakan hukum. Disorientasi kelima, terdapat kekeliruan mendasar mengenai hukuman yang dipandang sebagai satu-satunya alat untuk penjeraan dan pertobatan bahkan jika perlu hukuman mati. Tujuan pembentukan hukum dan penegakan hukum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010-2014, tidak mendahulukan tujuan balas dendam melainkan mendahulukan tujuan perkuatan pembangunan ekonomi nasional. RPJM tersebut juga tidak terkandung maksud menciptakan golongan baru, “koruptor”, dalam masyarakat Indonesia.
Satu-satunya kekuasaan yang sah menjatuhkan hukuman adalah pengadilan. Menjalani hukuman dalam penjara adalah wahana penebusan dosa. Seketika yang bersangkutan selesai menjalani hukumannya, seharusnya dosa-dosanya terampuni .Tidak ada hak negara atau siapa pun untuk “memperpanjang” penderitaan seseorang melebihi batas hukuman yang telah dijatuhkan oleh putusan pengadilan.
Kezaliman dalam penegakan hukum harus segera dihentikan oleh siapa pun terhadap siapa pun di negeri tercinta ini jika berniat menjadi bangsa yang berketuhanan Yang Maha Esa,memelihara dan mempertahankan sila Kemanusiaan yang adil dan beradab.(*)
penulis : Prof Romli Atmasasmita
Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Padjadjaran (Unpad)
Mafia hukum di Indonesia identik dengan the web of the underworld government yang memiliki kekuatan destruktif terhadap ketahanan negara dan kewibawaan pemerintah, termasuk lembaga penegak hukumnya. Pertaruhan nasionalisme dan keteguhan dalam pemberantasan mafia hukum sedang dalam ujian di mata masyarakat dalam negeri dan luar negeri. Namun, pembentukan Satgas Pemberantasan Mafia Hukum bukanlah solusi yang tepat untuk mencegah dan mengatasi keberadaan mafia hukum.Yang tepat seharusnya memperkuat keberadaan KPK serta koordinasi dan sinkronisasi antara KPK,Polri,dan Kejaksaan.
Status hukum Satgas dan lembaga penegak hukum yang ada tidak sepadan sehingga tampak keberadaan satgas berada “di luar” sistem peradilan pidana. Misi Presiden untuk memberantas mafia sulit dapat dijalankan dengan status hukum Satgas seperti itu. Selain itu, Instruksi Presiden tentang target pencapaian dan indikator keberhasilan pemberantasan korupsi oleh Polri dan kejaksaan kurang tepat. Karena target pencapaian dan indikator keberhasilan tersebut sejatinya merupakan salah satu indikator penyediaan anggaran operasional kepolisian dan kejaksaan. Namun, dalam praktik, parameter (tolok ukur) keberhasilan tersebut dijadikan alasan Polri dan kejaksaan untuk tujuan pencapaian kuantitas daripada pencapaian kualitas penanganan perkara korupsi.Tujuan pencapaian terakhir conditio sine qua non dari tujuan pencapaian kuantitas.
ARAH
Saat ini, arah, tujuan dan misi penegakan hukum dalam pemberantasan korupsi tidak jelas lagi. Hanya pertimbangan dua tujuan yang tidak seimbang juga karena pengembalian kerugian (keuangan) negara tidak berhasil secara signifikan dibandingkan dengan anggaran APBN yang telah dikeluarkan untuk ketiga lembaga penegak hukum tersebut. Di sisi lain,tujuan penghukuman untuk menjerakan pelaku juga tidak maksimal dicapai karena selain diskresi perlakuan yang diperbolehkan Undang-Undang Pemasyarakatan, juga diskresi menurut KUHAP sejak penyidikan sampai penuntutan. Ini berekses diskriminatif terutama bagi pelaku yang tidak memiliki kekuatan politik dan kekuatan uang.
Contoh, pemberian remisi dan bebas bersyarat; SP 3 dan SKPP. Perbedaan perlakuan tersebut telah berdampak negatif terhadap masalah perlindungan hukum dan kepastian hukum baik untuk kepentingan negara maupun untuk kepentingan mereka yang disebut “koruptor”. Wacana kebencian terhadap koruptor akhir-akhir ini telah menyimpang jauh dari norma-norma internasional yang diakui dalam pemberantasan korupsi seperti Konvensi PBB Anti-Korupsi Tahun 2003 karena konvensi tersebut tidak menghubungkan pemberantasan korupsi dengan agama.Wacana tidak menyalatkan jenazah koruptor merupakan contoh daripada hal tersebut dan tidak pernah muncul di negara-negara Islam sekalipun.
Kekeliruan pandangan mengenai kepantasan hukuman mati bagi koruptor terletak bukan hanya karena hak hidup manusia adalah milik Allah SWT,melainkan bagaimana hak hidup seseorang dicabut di dalam praktik penegakan hukum yang kini terjadi secara koruptif. Dalam kondisi ini,perlu diingat pendapat para ahli hukum pidana negara maju, ”Lebih baik melepaskan 100 orang yang bersalah daripada menghukum satu orang yang tidak bersalah.”Kebenaran materiil dalam praktik koruptif penegakan hukum sangat tergantung dari pemilik kekuasaan belaka, bukan pada prinsip-prinsip hukum yang berlaku dan berdasarkan sila Ketuhanan Yang Maha Esa dan Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab.
DISORIENTASI
Saat ini praktik penegakan hukum sedang mengalami disorientasi kinerja dari amanah yang diperintahkan di dalam UUD 1945 dan perubahannya. Disorientasi pertama, polisi, jaksa dan hakim saat ini tampak kehilangan jati diri karena keberadaan lembaga pengawas eksternal seperti Komisi Yudisial, Komisi Kejaksaan dan Komisi Kepolisian. Selain belum efektif juga tampak ada keinginan kuat untuk memasuki terlalu jauh pekerjaan lembaga penegak hukum tersebut yang bertentangan dengan UU.
Kekuatan kritik sosial dan pers bebas sering menimbulkan kegamangan penegak hukum dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya secara benar menurut UU yang berlaku. Disorientasi kedua, tidak jelas lagi batas-batas sistem pengendalian internal dan eksternal dalam penegakan hukum. Yang terjadi “kontrol internal” dilakukan oleh masyarakat sipil, seharusnya oleh lembaga pengawas internal (irjen dll); dan “kontrol eksternal” dilakukan oleh “orang dalam” lembaga penegak hukum itu sendiri.Di sini tidak jelas lagi siapa mengawasi siapa.
Lebih tidak jelas lagi kepada siapa semua fungsi kontrol tersebut harus dipertanggungjawabkan, kepada DPR RI sebagai lembaga pengawas kinerja pemerintah (eksekutif) atau kepada rakyat Indonesia, atau masyarakat sipil di mana saja dan kapan saja dikehendaki rakyat Indonesia itu atau hanya kepada seorang presiden saja. Disorientasi ketiga,kepakaran yang “dimonopoli” oleh kalangan akademisi dalam menyikapi masalah penegakan hukum.Yang terjadi saat ini telah tumbuh berkembang, tidak jelas lagi bedanya antara seorang “pekerja intelek” dan seorang “intelektual”.
Hal ini sebagaimana pernah dilontarkan oleh Widjojo Nitisastro yang mengutip pendapat Baran. Widjojo menerangkan bahwa, seorang “pekerja intelek”,dia cuma “jual otaknya” dan tidak peduli untuk apa hasil otaknya itu dipakai”; sebaliknya, seorang “intelektual” mempunyai sikap jiwa yang berlainan: pada asasnya seorang intelektual adalah seorang pengkritik masyarakat... dia menjadi “hati nurani masyarakat” dan juru bicara kekuatan progresif; mau tidak mau dia dianggap “pengacau”dan menjengkelkan oleh kelas yang berkuasa yang mencoba mempertahankan yang ada.Pernyataan Widjojo cocok di era Reformasi saat ini. Disorientasi keempat, penegakan hukum saat ini khususnya yang berkaitan dengan pelaku ekonomi tidak mendukung/memperkuat sistem ekonomi nasional melainkan bahkan “meruntuhkan” efisiensi dan efektivitas serta produktivitas para pelaku ekonomi.
Bahkan menjauhkan investasi domestik dan asing untuk memperkuat ekonomi nasional.Ada banyak sebab dan di antaranya adalah ekses negatif “pemerasan”dan “pemaksaan”yang mendatangkan keuntungan finansial oleh oknum penegak hukum lebih besar ketimbang proses peradilan yang berjalan jujur,adil dan bermanfaat bagi bangsa dan negara. Penyebab yang pasti dari kondisi ini adalah ideologi globalisasi telah mendorong kehidupan bangsa yang bersifat hedonistis mempertuhankan kebendaan belaka; jauh dari kesejahteraan batiniah bagi masyarakatnya.Pola kehidupan sosial budaya dan ekonomi sesaat telah “menjerumuskan” anak bangsa ini ke dalam kehidupan yang digambarkan oleh Hobbes, “manusia itu seperti serigala terhadap sesamanya” (homo homini lupus bellum omnium contra omnes).
Pernyataan Hobbes ini kini berlaku dalam praktik penegakan hukum. Disorientasi kelima, terdapat kekeliruan mendasar mengenai hukuman yang dipandang sebagai satu-satunya alat untuk penjeraan dan pertobatan bahkan jika perlu hukuman mati. Tujuan pembentukan hukum dan penegakan hukum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010-2014, tidak mendahulukan tujuan balas dendam melainkan mendahulukan tujuan perkuatan pembangunan ekonomi nasional. RPJM tersebut juga tidak terkandung maksud menciptakan golongan baru, “koruptor”, dalam masyarakat Indonesia.
Satu-satunya kekuasaan yang sah menjatuhkan hukuman adalah pengadilan. Menjalani hukuman dalam penjara adalah wahana penebusan dosa. Seketika yang bersangkutan selesai menjalani hukumannya, seharusnya dosa-dosanya terampuni .Tidak ada hak negara atau siapa pun untuk “memperpanjang” penderitaan seseorang melebihi batas hukuman yang telah dijatuhkan oleh putusan pengadilan.
Kezaliman dalam penegakan hukum harus segera dihentikan oleh siapa pun terhadap siapa pun di negeri tercinta ini jika berniat menjadi bangsa yang berketuhanan Yang Maha Esa,memelihara dan mempertahankan sila Kemanusiaan yang adil dan beradab.(*)
penulis : Prof Romli Atmasasmita
Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Padjadjaran (Unpad)
Daftar kasus korupsi di Indonesia
- Kasus dugaan korupsi Soeharto: dakwaan atas tindak korupsi di tujuh yayasan
- Pertamina: dalam Technical Assistance Contract dengan PT Ustaindo Petro Gas
- Bapindo: pembobolan di Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo) oleh Eddy Tansil
- HPH dan dana reboisasi: melibatkan Bob Hasan, Prajogo Pangestu, sejumlah pejabat Departemen Kehutanan, dan Tommy Soeharto.
- Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI): penyimpangan penyaluran dana BLBI
- Abdullah Puteh: korupsi APBD.
[sunting] Penayangan foto dan data para koruptor di televisi dan media massa
Pada 17 Oktober 2006, Kejaksaan Agung Republik Indonesia mulai menayangkan foto dan menyebarkan data para buronan tindak pidana korupsi yang putusan perkaranya telah berkekuatan hukum tetap. Data dan foto 14 belas koruptor tersebut direncanakan ditayangkan di televisi dan media massa dengan frekuensi seminggu sekali.Mereka adalah:
- Sudjiono Timan - Dirut PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI)
- Eko Edi Putranto - Direksi Bank Harapan Sentosa (BHS)
- Samadikun Hartono - Presdir Bank Modern
- Lesmana Basuki - Kasus BLBI
- Sherny Kojongian - Direksi BHS
- Hendro Bambang Sumantri - Kasus BLBI
- Eddy Djunaedi - Kasus BLBI
- Ede Utoyo - Kasus BLBI
- Toni Suherman - Kasus BLBI
- Bambang Sutrisno - Wadirut Bank Surya
- Andrian Kiki Ariawan - Direksi Bank Surya
- Harry Mattalata alias Hariram Ramchmand Melwani - Kasus BLBI
- Nader Taher - Dirut PT Siak Zamrud Pusako
- Dharmono K Lawi - Kasus BLBI
sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_kasus_korupsi_di_Indonesia
Langganan:
Postingan (Atom)